“Menjadi orangtua tunggal berarti bekerja dua kali lipat, stres dua kali lipat, dan meneteskan air mata dua kali lipat, tetapi juga menerima pelukan dua kali lipat, kasih dua kali lipat, dan rasa bangga dua kali lipat.” (Tulisan dari seorang orangtua tunggal)

Fenomena orangtua tunggal bisa terjadi karena perceraian, kematian pasangan, atau alasan lain, misalnya ketika pasangan menderita disabilitas yang berat, mengalami kecelakaan lalu menderita cacat permanen, dan lain sebagainya. Kebanyakan yang menjadi orangtua tunggal adalah perempuan.

Respons anak-anak terhadap orangtua tunggal sangat beragam, tergantung usia mereka. Biasanya anak-anak prasekolah menanggapi dengan penyangkalan dan mungkin sering bertanya, “Kapan Ayah pulang?” Anak-anak di sekolah dasar biasanya menanggapi dengan perasaan sedih dan menarik diri karena sadar salah satu orangtua mereka sudah tidak ada. Anak-anak umur 9 atau 10 tahun mungkin akan marah terhadap keadaan, dan sering merasa tertinggal atau iri dengan teman-teman yang orangtuanya lengkap.

Bayangkan bagaimana perasaan seorang anak sewaktu ada acara Hari Ayah di gereja dan ia tidak dapat pergi karena ayahnya tidak ada. Kalau dalam kasus perceraian, anak remaja mungkin memilih untuk memihak salah satu orangtuanya dan menarik diri secara emosional dari yang lainnya. Setiap anak akan memberi tanggapan berbeda atas kondisi keluarga mereka.

Masyarakat terbiasa menganggap ada yang “hilang” dalam suatu keluarga dengan orangtua tunggal. Dalam beberapa hal, ini benar, tetapi tidak sepenuhnya demikian. Keluarga dengan orangtua tunggal kebanyakan tidak memiliki figur ayah (kadang juga figur ibu). Secara finansial mereka juga kurang baik. Biasanya mereka kewalahan dan tidak memiliki banyak tenaga untuk melakukan hal-hal yang perlu dilakukan. Akibatnya orangtua tunggal harus melakukan sendiri berbagai tanggung jawab pengasuhan anak, dan anak-anak yang lebih tua harus membantu melakukan pekerjaan rumah dan tugas-tugas lain. Mereka juga mungkin mengalami trauma emosional karena kehilangan salah satu figur orangtua.

Orangtua tunggal, jika ia seorang ibu, akan merasa benar-benar sendirian dalam tugas mendisiplinkan anak-anaknya. Tekanan bertambah bila anak-anaknya memiliki masalah perilaku yang serius. Biasanya, ibu adalah pihak yang menghibur sementara ayah pihak yang memberi disiplin. Namun, seorang ibu tunggal harus beradaptasi dan melakukan peran orangtua yang lebih luas.

Seorang ibu mungkin merasa bersalah ketika harus mendisiplin anaknya sementara si anak tidak memiliki figur orang dewasa lain di rumah tempat ia mengadu ketika didisiplinkan. Sebaliknya bisa juga sang ibu mungkin jadi jauh lebih dekat secara emosional dengan anak-anaknya, dan harus berbagi beberapa tugas dan peran keluarga dengan mereka. Keluarga dengan orangtua tunggal biasanya lebih demokratis. Ada anak-anak yang mungkin lebih cepat bertumbuh dewasa dalam kondisi ini, tetapi anak-anak lain justru bermasalah.

Berikut beberapa nasihat yang dapat diberikan kepada orangtua tunggal:

ortu-tunggal
1. Mintalah dukungan dari teman-teman, kerabat, dan orang dewasa lain. Jika Anda seorang ibu tunggal, carilah sosok teladan pria yang bijak (bisa saudara atau teman gereja) bagi anak anak Anda, juga untuk mendisiplin dan membimbing mereka. Namun perlu diperhatikan, Anda harus berhati-hati menentukan batas dari hubungan tersebut.
ortu-tunggal
2. Sebaiknya jangan berharap terlalu tinggi mengingat keadaan dan kemampuan Anda yang terbatas. Bila tidak, Anda mungkin bakal stres dan keadaan malah bertambah buruk.
ortu-tunggal
3. Jaga keseimbangan antara perhatian kepada kebutuhan pribadi Anda dan kepada keluarga Anda tanpa harus merasa bersalah atau marah. Anda juga perlu waktu untuk mengurus kebutuhan Anda. Anda dapat meminta bantuan adik atau teman sementara Anda mengurus kebutuhan Anda.
ortu-tunggal
4. Mintalah pertolongan Allah agar Anda dapat bertumbuh dalam keadaan ini.

Ada kemungkinan Yusuf, ayah lahiriah Yesus, meninggal saat Yesus masih remaja. Terakhir kita membaca tentang Yusuf adalah ketika Yesus berusia 12 tahun dan sedang berkunjung ke Yerusalem bersama keluarga (Lukas 2:41-51).

Ada kemungkinan Maria orangtua tunggal, dan Yesus sebagai anak tertua harus mengambil alih pekerjaan ayah-Nya untuk menghidupi keluarga. Meskipun tidak mudah, sungguh luar biasa ketika kita menyadari bagaimana Allah ikut terlibat secara pribadi dalam keluarga orangtua tunggal, membantu Maria dan anak-anaknya yang lain. Allah juga dapat melakukan hal yang sama sekarang. Sebagai perempuan saleh, Maria pasti banyak bertumbuh secara rohani dari keadaan ini. Maria pasti memiliki hubungan yang dekat dengan Yesus karena Yesus selalu ada untuk mendukungnya.

Dalam semua kondisi ini, sangat penting untuk mengutamakan kesejahteraan anak karena mereka tidak punya pilihan lain dan hanya bisa menerima perubahan yang terjadi dalam struktur dan kondisi keluarganya. Gereja juga harus serius memikirkan cara untuk menjangkau dan melayani keluarga dari orangtua tunggal sehingga tubuh Kristus dapat secara nyata membawa bantuan dan harapan kepada keluarga seperti ini.

Renungkan

Bagaimana orangtua tunggal dapat ditolong untuk mengatasi tantangan sulit yang sering kali dialaminya? Buatlah daftar kebutuhan orangtua tunggal dan anak-anak mereka. Bagaimana Anda dapat berdoa untuk mereka dan memberi bantuan praktis?

Baca 1 Raja-Raja 17:7-24. Bagaimana Allah membantu janda Sarfat dan anaknya? Apa yang disampaikan perikop ini tentang cara Allah membantu keluarga orangtua tunggal tersebut? Apa yang dapat dilakukan gereja untuk membantu keluarga seperti ini?

Didaptasi dari buku Membangun Generasi Mendatang: Perenungan Alkitabiah Tentang Pola Asuh Anak” © 2019 oleh Robert M. Solomon, hal 102-107. Dipakai seijin Duta Harapan Dunia.

Anda diberkati dengan materi ini?
Pastikan Anda tidak ketinggalan membaca tulisan-tulisan terbaru kami lainnya.

Klik untuk SUBSCRIBE