Tidak setiap situasi yang dihadapi para wanita dalam pernikahan mereka yang buruk merupakan masalah hidup dan mati. Dalam kasus Abigail, situasi itu terjadi. Wanita yang bijaksana mengupayakan segala hal untuk meminimalkan kerusakan yang disebabkan oleh seorang pria yang bebal. Ia harus bertindak demi kepentingan semua orang yang bersangkutan, termasuk kepentingan suaminya, tetapi juga termasuk dirinya sendiri dan setiap anak yang terlibat di dalamnya.
Penting untuk diketahui bahwa seorang wanita tidak gagal sebagai istri dan dirinya tidak melanggar perintah Allah, jika ia mengambil langkah-langkah aktif untuk mempertahankan hidup dalam situasi yang kejam. Kita ingin melakukan lebih dari sekadar mengendalikan kerusakan. Kita ingin mengubah situasi yang buruk menjadi situasi yang lebih baik.
Abigail berhasil mencegah pasukan Daud supaya tidak membantai keluarganya.Namun supaya situasi seperti itu tidak terulang lagi, ia harus melakukan lebih dari itu. Bacalah yang Abigail lakukan selanjutnya di ayat 36 dan 37:
“Sampailah Abigail kepada Nabal dan tampaklah, Nabal mengadakan perjamuan di rumahnya, seperti perjamuan raja-raja. Nabal riang gembira dan mabuk sekali. Sebab itu tidaklah diceriterakan perempuan itu sepatah katapun kepadanya, sampai fajar menyingsing. Tetapi pada waktu pagi, ketika sudah hilang mabuk Nabal itu, diceriterakanlah kepadanya oleh isterinya segala perkara itu. Lalu terhentilah jantungnya dalam dada dan ia membatu.”
Tidak cukup hanya mencegah satu bahaya. Nabal harus dikonfrontasi tentang caranya menangani kehidupan. Ia harus memahami segala konsekuensi dari perilaku kasarnya. Salah satu hal yang kita lihat di 1 Samuel 25:36, Abigail memilih waktu yang tepat untuk berbicara dengan Nabal. Sering kali ketika menghadapi orang yang sulit, kita memilih waktu yang salah dan tempat yang salah. Abigail dengan bijaksana menunggu hingga pesta berakhir, ketika Nabal sudah tidak mabuk, dan dalam kondisi sadar.
Meski Abigail memilih waktunya dengan bijaksana, ia mengambil risiko besar dalam menghadapi Nabal. Kita ingat bahwa Allah menggambarkan Nabal sebagai orang yang kasar, sombong, dan berkelakuan jahat. Abigail tak punya jaminan bahwa Nabal akan mendengarkannya. Ia tidak bisa mengetahui, apakah suaminya akan marah dan menyakitinya. Namun Abigail memahami bahwa ia harus menghadapi Nabal apapun yang akan terjadi.
Bagi Nabal, setidaknya, pembicaraan itu tidak berakhir baik. Keterkejutannya karena nyaris berhadapan dengan murka Daud menyebabkan Nabal terkena serangan jantung. Kita tidak tahu dari bagian Alkitab tersebut apakah Nabal mengalami serangan jantung karena murka atas campur tangan Abigail dalam urusannya atau karena kemarahannya yang dipicu oleh Daud. Kemungkinan teror murni yang menyerang Nabal ketika menyadari betapa ia nyaris berpapasan dengan maut. Apa pun yang menyebabkan stroke atau serangan jantung tersebut, hal itu terbukti fatal setelah sepuluh hari. Nabal meninggal.
Kita juga tidak mengetahui dari teks Alkitab tentang bagaimana Abigail berbicara kepada Nabal pada pagi hari yang naas itu. Kita hanya tahu bahwa Abigail “menceritakan segala perkara” yang telah terjadi. Ia mengambil langkah selanjutnya yang diperlukan untuk mengubah situasi yang buruk menjadi situasi yang lebih baik. Ia mengemukakan kepada Nabal segala konsekuensi dari tindakannya.
Dalam hubungan yang sulit, jangan hanya berupaya untuk mengendalikan kerusakan. Berusahalah menjadikan situasi yang buruk menjadi situasi yang lebih baik dengan membantu orang yang sulit tersebut untuk melihat perbuatannya terhadap dirinya sendiri dan orang-orang yang paling berarti dalam hidupnya. Kasih terkadang harus tegar, sebab kasih mencari yang terbaik bagi semua orang yang terlibat. Seorang suami yang menganiaya istrinya ataupun seorang suami yang sulit, mereka memiliki masalahnya sendiri. Masalah-masalah itu mencegahnya menjadi orang yang menyenangkan, yang bisa berfungsi sebagaimana yang telah Allah rancangkan baginya. Mengutip kata-kata dari judul bukunya David Augsburger, “Peduli untuk Konfrontasi”. Konfrontasi untuk menyelamatkan, bukan untuk menghancurkan.
Abigail memiliki tekad kuat untuk mengkonfrontasi tindakan suaminya yang tidak benar. Sampai hari ini, masih banyak wanita yang terperangkap dalam pernikahan yang kejam merasa bahwa konfrontasi merupakan tindakan yang mustahil. Banyak alasannya. Sering kali para wanita tersebut mempercayai pernyataan suami mereka yang menegaskan bahwa jika para wanita ini mengubah tingkah lakunya, mereka tidak akan dianiaya. Atau para wanita ini memiliki pemahaman yang tidak alkitabiah tentang kepatuhan kepada suami. Atau harga diri mereka telah hancur dan tidak memiliki kekuatan batin untuk melawan penganiayaan tersebut.
Seorang wanita yang teraniaya harus yakin akan nilainya sendiri di hadapan Allah sehingga si suami atau orang yang keras tersebut tidak menginjak-injak harga dirinya. Hidup dengan Nabal tidak bisa memberikan kebahagiaan. Namun Abigail tidak membiarkan kekejian Nabal membuatnya menjadi pahit hati. Wanita yang cantik dan cerdas ini cukup kuat batinnya untuk melawan perbuatan Nabal yang tidak masuk akal.
Bagaimana dengan akhir kisah Abigail? Dalam 1 Samuel 25:38, kita mengetahui bahwa sepuluh hari setelah pembicaraan Abigail dengan Nabal, suaminya itu meninggal. Dalam ayat 39, kita mengetahui bahwa Daud tidak membuang waktu setelah mendengar kabar kematian Nabal. Ia melamar Abigail, dan didampingi oleh lima pelayannya, wanita itu pergi menemui Daud dan menjadi istrinya (ay.42). Abigail adalah pendamping yang cocok bagi calon raja Israel yang agung itu.
Kisah Abigail berakhir bahagia, setidaknya dari yang kita ketahui di Alkitab, tetapi tidak selalu demikian dengan akhir kisah banyak wanita Kristen lainnya yang terperangkap dalam pernikahan yang sulit. Sering kali mereka sulit bebas dari penderitaan, tetapi harus mempelajari cara-cara baru untuk mengatasi penderitaan dan mengubahnya menjadi sesuatu yang baik.
Apakah Anda hidup dengan suami yang sulit? Apakah Anda punya teman yang terperangkap dalam pernikahan yang menyiksa? Contohlah Abigail sebagai teladan yang baik. Usahakanlah untuk melakukan yang terbaik dalam situasi yang buruk. Lebih baik lagi, usahakanlah untuk mengubah yang buruk menjadi baik. Kiranya Allah bekerja di dalam dan melalui Anda dengan kuasa-Nya untuk memperbaiki suatu hubungan yang buruk.
Disadur dari buku “Wanita Yang dibentuk Allah” Hak Cipta © 1990, 2012 oleh Alice Mathews.
Untuk membeli buku tersebut, silakan kunjungi versi ebook klik: di sini