“Ayah seorang yang benar akan bersorak-sorak; yang memperanakkan orang-orang yang bijak akan bersukacita karena dia.” Amsal 23:24
Sebuah majalah gaya hidup baru saja tiba di kotak surat. Mengingat pada bulan Mei kita merayakan Hari Ibu Internasional, artikel-artikel utama di majalah tersebut pun mengusung tema ibu. Ada liputan yang signifikan mengenai ibu dan betapa hebatnya mereka. Karena di bulan Juni ada peringatan Hari Ayah Internasional, saya tidak sabar ingin melihat bagaimana majalah itu mengangkat tema ayah pada edisi berikutnya!
Tidakkah Anda menangkap kesan bahwa kita lebih bersemangat dan, maaf, lebih menanti-nantikan Hari Ibu ketimbang Hari Ayah? Peran ibu mudah dikenali dan dihargai. Dalam banyak keadaan, ibu adalah pilar kekuatan dalam keluarga. Kepada ibulah, seorang anak datang mengadukan seribu satu kebutuhannya. Dan dalam keluarga dengan orangtua tunggal, seorang ibu sekaligus berperan sebagai ayah.
Dalam banyak keluarga Asia, biasanya ayah tampil sebagai figur yang berjarak. Jika ibu memancarkan kehangatan, ayah adalah sosok yang ditakuti.
Namun, apakah yang dikatakan Alkitab tentang menjadi ayah? Banyak sekali. Allah digambarkan sebagai Bapa rohani. Yesus mengajar murid-murid-Nya untuk berdoa, “Bapa kami yang di sorga”. Dalam perumpamaan Anak yang Hilang, sang ayah digambarkan sebagai ayah yang penuh kasih dan pemaaf. Ia menyambut dan menerima putranya yang terhilang tanpa ragu sama sekali. Ia mengadakan perayaan untuk merayakan kembalinya sang putra.
Meski banyak ayah menampilkan figur yang saleh, banyak dari kita kesulitan mencari teladan dari Alkitab yang dapat menolong kita dalam perjalanan hidup sebagai ayah. Jujur saja, kita membutuhkan pertolongan dalam peran kita sebagai ayah. Mari melakukan bagian kita untuk mengembalikan peran tersebut dalam keluarga.
Berikut empat usulan berkaitan peran ayah dalam keluarga:
1. Menerima tanggung jawab sebagai pemimpin rohani bagi keluarga
Mari melakukan peran sebagai ayah sebaik mungkin. Hadirlah bagi anak Anda, luangkan waktu dan dengarkan mereka. Tunjukkan minat terhadap apa yang mereka lakukan. Masing-masing anak memiliki bakat, minat, dan kekuatan yang berbeda-beda. Tanggapi mereka sesuai dengan kemampuan mereka, bukan menurut ekspektasi tinggi Anda sendiri. Istri saya terus mengingatkan, “Jangan sampai engkau berhasil merebut dunia, tetapi kehilangan anakmu sendiri.” Selama pandemi, ajaklah mereka untuk beribadah online, tetapi bawalah mereka ke gereja setelah pandemi Covid-19 usai. Jelaskan mengapa Gereja dan komunitas Kristen penting bagi kerohanian seseorang.
2. Menjadi figur ayah di rumah dan bagi orang lain
Meskipun saya tidak memiliki figur ayah yang kuat di rumah, saya beruntung mengenal teladan-teladan saleh yang melayani bersama The Navigators Ministry di universitas. Selain itu, ada juga beberapa teladan yang saleh dan kebapakan yang saya perhatikan dan pelajari di gereja. Bagi saya, semua ini menunjukkan bagaimana seorang laki-laki Kristen sepatutnya berhubungan dengan orang-orang di dalam keluarga, tempat kerja, dan gerejanya. Seorang laki-laki juga membutuhkan dorongan dari laki-laki lain untuk saling memacu dalam memenuhi rencana dan tujuan Allah bagi dirinya.
3. Berseru kepada Tuhan dalam doa
Hendaklah kita menyadari, menjadi ayah adalah tugas yang menantang. Kita membutuhkan kuasa Tuhan Yesus Kristus untuk bertumbuh dalam relasi kita sebagai pengikut-Nya. Khususnya, saat membaca Alkitab, kita belajar dari Kristus melalui pekerjaan dan perkataan-Nya. Kita perlu berdoa untuk keluarga kita–bukan hanya untuk keselamatan, perlindungan, dan penyediaan materi–melainkan juga agar setiap anak bersedia mempersembahkan hatinya untuk mengenal, mengasihi, dan melayani Yesus. Seorang ayah bisa melakukan perannya sebagai pemimpin doa pada waktu makan, untuk memohonkan berkat bagi keluarga, istri, dan anak-anak, seperti dalam Bilangan 6:24-26. Seorang ayah juga dapat berdoa memohon hikmat rohani dan wahyu seperti pada Efesus 1:16-19.
4. Menjadi pengambil keputusan
Belajar untuk mengambil keputusan penting di dalam keluarga, tentu setelah mendiskusikannya dengan istri. Hal ini bisa jadi melelahkan dan tampak remeh jika dibandingkan dengan keputusan-keputusan yang biasa diambil di tempat kerja. Namun, inilah medan latihan bagi para ayah untuk belajar menyediakan kepemimpinan yang saleh di tengah keluarga. Tujuan utamanya adalah agar mereka tumbuh dalam kedewasaan, baik secara fisik, emosional, mental, dan spiritual.
“Bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.” (Efesus 6:4)
Digunakan atas ijin penulis.