KETIKA BIDUK PERKAWINAN GOYAH OLEH PERSELINGKUHAN
Trina tidak akan pernah melupakan hari itu. Setelah semua urusan hari itu selesai, ia bermaksud mampir di kantor suaminya dan memberi Dino kejutan—makan siang ulang tahun perkawinan yang terlambat. Tentunya Dino akan senang sekali, begitu pikir Trina saat mobilnya memasuki lapangan parkir. Ia mematikan mesin mobil, dan ketika itulah ia menyaksikan Dino memeluk mesra seorang wanita cantik. Dan seketika itu juga, dunia Trina runtuh.
Jika tidak melihat dengan mata kepala sendiri, Trina tidak akan percaya suaminya, Dino, berselingkuh. Perkawinan mereka yang sudah berusia delapan tahun bisa dibilang baik-baik saja. Mereka sudah dikaruniai sepasang anak, dan sementara Dino meniti kariernya yang cukup menjanjikan, Trina memastikan rumah tangga mereka berjalan dengan baik. Secara materi, mereka tidak berkekurangan. Dan meski kerja sama mereka sebagai pasangan maupun orangtua tidak selalu mulus, masalah-masalah yang muncul tidak pernah serius. Begitulah yang selama ini Trina percaya. Namun sekarang? Ia tidak yakin lagi.
Banyak pasangan, seperti Trina, sangat terpukul saat mengetahui pasangan mereka berselingkuh. Reaksi pertama mereka, selain marah dan kecewa, biasanya memeriksa apakah ada yang salah dengan mereka sendiri. Apalagi, hampir semua orang yang ketahuan berselingkuh cenderung tidak menjawab dengan jujur mengenai perilaku mereka. Mereka justru menyembunyikan motif hati mereka dan berusaha membela diri. Sebagian dari mereka malah mengalihkan kesalahan dengan menyebut kekurangan pasangan mereka, dan mengaku sudah berusaha keras bertahan setia.
APAKAH PERSELINGKUHAN ITU?
Semua perselingkuhan berkaitan dengan ketidaksetiaan dan merusak kepercayaan. Ada dua kategori utama perselingkuhan, yaitu yang melibatkan kontak fisik dan yang melibatkan kedekatan emosional.
Perselingkuhan Fisik. Perselingkuhan ini melibatkan beragam tingkat kontak fisik dan seksual antara seorang yang telah menikah dengan orang lain yang bukan pasangannya. Perselingkuhan ini dibagi menjadi dua kategori: kontak seksual yang terang-terangan dan kontak fisik yang sembunyi-sembunyi.
- Kontak seksual. Dalam perselingkuhan jenis ini terjadi hubungan seksual dengan orang lain selain pasangan, yang melanggar janji pernikahan. Ketidaksetiaan itu dapat melibatkan hubungan intim, baik itu ‘’hubungan seks semalam’’ ataupun jangka panjang.
- Kontak fisik. Perselingkuhan jenis ini melibatkan sentuhan fisik atau menunjukkan hasrat seksual yang tidak sepantasnya dilakukan dan melanggar batas hubungan pertemanan. Bentuk sentuhan yang sembunyi-sembunyi ini dapat berupa pelukan, ciuman di pipi, berpegangan tangan, atau mendekatkan tubuh dengan cara menggoda, yang menandakan lebih daripada sekadar perhatian antarteman biasa.
Perselingkuhan Emosional. Perselingkuhan ini juga melanggar sifat eksklusif ikatan pernikahan. Ketika orang yang sudah menikah menghabiskan waktu, uang, percakapan, dan energi emosional yang seharusnya ditujukan kepada pasangan, mereka akan merasa bersalah karena telah memutuskan persatuan dengan pasangan mereka seperti yang dikehendaki Allah (Kejadian 2:24). Yang termasuk perselingkuhan jenis ini, misalnya mengirim bunga, pesan WA/SMS, kartu ucapan, atau e-mail kepada orang lain selain pasangan. Atau bisa juga yang bentuknya makan berdua saja, maupun mengobrol serta melakukan percakapan telepon yang bersifat pribadi dan sensitif secara emosional, dengan alasan itu hanya ‘’hubungan pertemanan biasa’’. Intinya, kedekatan emosional apa pun dengan orang lain, yang sepantasnya diberikan kepada pasangan, telah melanggar sifat eksklusif ikatan pernikahan.
Apa pun rasionalisasinya, umumnya pasangan yang tidak setia ini percaya dengan mitos “rumput tetangga jauh lebih hijau.” Padahal siapa yang berzina tidak berakal budi, merusak dirinya sendiri, dan akan mendapat malu yang bertubi-tubi (Amsal 6:32-33). Dan menimpakan kesalahan kepada orang lain adalah taktik basi yang sering digunakan pihak yang bersalah. Kita perlu mengingat, bahwa apa pun yang terjadi dalam hubungan sebelum perselingkuhan, seorang suami atau istri tidak bertanggung jawab atas perbuatan keliru pasangannya yang tidak setia dan memilih berselingkuh.
MELANGKAH SETELAH PERSELINGKUHAN
Ketika sebuah perselingkuhan terungkap, salah satu atau kedua pihak perlu mencari bantuan agar dapat melewati proses yang rumit serta membuat kemajuan dalam pemulihan mereka. Mereka membutuhkan penasihat atau pendeta yang terlatih dan berpengalaman untuk membantu memilah dan menyelesaikan masalah ini. Mereka juga membutuhkan dukungan emosional dan keterlibatan doa dari teman-teman, keluarga, serta komunitas gereja.
PROSES PEMULIHAN
Dalam menghadapi kekacauan yang ditimbulkan perselingkuhan, pasangan yang terluka akan harus melewati beberapa tahap pemulihan.
Tahap 1: Tahap Menderita dan Bersedih. Perselingkuhan menimbulkan luka yang hebat pada hati pasangan yang setia, namun pada saat yang sama, pasangan yang tidak setia juga dipaksa untuk menghadapi berbagai emosi, yang dengan banyak cara akan menentukan masa depan relasi mereka.
Pengkhianatan dapat melucuti kestabilan, rasa aman, dan jati diri pasangan yang terluka, sehingga paling tidak ada 4 kategori emosi yang dialaminya pada tahap pertama ini, yaitu: merasa tersesat, dikhianati, tidak berdaya, dan merasakan berbagai emosi yang saling bertentangan.
Tahap 2: Saatnya Memutuskan. Setelah terjadi perselingkuhan, banyak pasangan segera berusaha memperbaiki hubungan mereka yang rusak karena beragam alasan. Namun, keputusan yang diambil dengan terburu-buru dapat mengecilkan beratnya peristiwa yang terjadi serta kebutuhan akan proses konfrontasi, pengakuan, penyesalan, dan pengampunan yang mungkin atau mungkin juga tidak, mengarahkan pada rekonsiliasi pernikahan. Memutuskan apakah seseorang harus menyerah atau berkomitmen kembali merupakan keputusan monumental yang seharusnya dibuat dengan pertimbangan yang matang.
Jika Anda ada dalam tahap ini, carilah penasihat yang bijaksana. Gunakanlah waktu sebanyak yang diperlukan untuk memilah pertanyaan dan akibat dari keputusan yang dapat mengubah hidup Anda ini. Jangan mengambil keputusan dengan terburu-buru. Tetaplah berdoa (Kolose 4:2) dan meminta dukungan doa orang lain (1 Tesalonika 5:25). Sediakan waktu untuk merenungkan apa yang sedang dikerjakan Allah dalam hati Anda dan juga menyadari kehadiran-Nya untuk menuntun dalam hubungan Anda. Memutuskan untuk bercerai atau membangun kembali pernikahan tidak akan mudah dilakukan bagi pasangan mana pun.
Tahap 3: Saatnya untuk Membangun Kembali. Membangun pernikahan yang baik bukanlah pekerjaan ringan, bahkan ketika tidak ada perselingkuhan. Hal tersebut membutuhkan kerja keras, pengorbanan, kerendahan hati, pengakuan, pengampunan, pengertian, dan cinta. Pasangan yang memilih membangun kembali hubungan mereka setelah terjadi perselingkuhan, mendapati bahwa mereka harus membicarakan dan mengatasi masalah yang dipicu karena terjadinya pengkhianatan dan ketidakpercayaan. Pengkhianatan menghancurkan kepercayaan di antara suami-istri. Tanpa kepercayaan, sebuah hubungan tidak dapat berkembang. Jadi, pekerjaan utama untuk memperbaiki pernikahan yang retak adalah membangun kembali kepercayaan dan memulihkan kembali persahabatan.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk membangun kembali kepercayaan setelah perselingkuhan, yaitu:
Membangun kembali kepercayaan dengan mengatakan kebenaran. Perselingkuhan tumbuh subur dalam kerahasiaan, sementara pernikahan dapat menjadi lemah jika kedua pasangan berusaha menghindari berbagai masalah. Berkata jujur berarti tidak ada lagi kepura-puraan di antara suami dan istri. “Menceritakan kebenaran di dalam kasih” satu sama lain (Efesus 4:15) berarti mengakui tipu muslihat yang dilakukan tersebut dan peranan tiap pasangan di dalamnya. Tujuannya adalah untuk menempatkan masalah di tempat yang benar sehingga dapat diatasi. Berkata jujur berarti mengakui kesalahan dan bukan hanya saling menyalahkan, melainkan mengakui perasaannya sekarang dan perilakunya sendiri.
Membangun kembali kepercayaan melalui pengakuan. Ketika seorang pasangan mengakui kesalahan atas luka yang ditimbulkannya kepada Allah (Mazmur 51) dan kepada pasangannya, itu berarti menimbulkan kepedihan yang mendalam sehingga akan dapat mengarahkannya pada pertobatan dan perubahan (2 Korintus 7:10). Pengakuan sangat penting bagi pemulihan raga, jiwa, dan relasi (Yakobus 5:16). Pengakuan juga membawa harapan karena Allah meyakinkan bahwa siapa menyembunyikan pelanggarannya tidak akan beruntung, tetapi siapa mengakuinya dan meninggalkannya akan disayangi (Amsal 28:13). Selain itu, kedua pasangan juga harus saling mengaku. Jarang sekali ada salah satu pasangan yang sama sekali tidak melakukan kesalahan. Meski tidak berselingkuh, pasangan yang terluka telah mengalami kegagalan dalam mengasihi dan itu perlu dikatakan dan diakui kepada pasangannya yang tidak setia dan kepada Allah.
Membangun kembali kepercayaan melalui pertobatan. Gambaran pertobatan yang paling baik keluar dari bibir Raja Daud yang perzinaannya mengguncang seluruh negeri: “Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah” (Mazmur 51:19). Pertobatan yang rendah hati dari orang yang berkhianat, baik dalam perkataan dan perbuatan, akan membuka jalan bagi pihak yang dikhianati untuk sekali lagi mengambil risiko membuka hatinya serta menawarkan manisnya buah pengampunan yang akan mengantarnya kepada pemulihan dan sukacita yang telah diperbarui.
Membangun kembali hubungan melalui pengampunan. Yesus mengajarkan bahwa pengampunan adalah pembatalan utang dengan sukarela dan penuh kasih (Lukas 7:36-48). Hal itu tidak berarti bahwa rasa sakit atau kemarahan akan lenyap dengan ajaib atau bahwa konsekuensi-konsekuensi dari pilihan-pilihan yang mengandung dosa akan lenyap. Apabila orang yang dikhianati melihat tanda-tanda penyesalan (Lukas 17:3-4), pengampunan akan membuka hatinya untuk perdamaian yang didasarkan pada sikap saling menghormati, mengampuni, mensyukuri, dan mencintai.
Membangun kembali hubungan dengan memulai kembali keintiman fisik. Aturan pokok untuk memulai kembali keintiman seksual setelah berakhirnya perselingkuhan adalah melakukannya secara perlahan. Berusaha mencegah terulangnya perselingkuhan dengan menggunakan keintiman seksual merupakan tindakan yang bodoh dan bukanlah suatu perayaan kasih sebagaimana yang dikehendaki Allah tentang seks yang dapat dinikmati. Pasangan tersebut juga harus melakukan perbincangan menyeluruh mengenai ketakutan, arti, manfaat, dan ekspresi dari keintiman seksual dalam hubungan mereka sebelum terlibat kembali dalam hubungan yang bersifat seksual.
MENGALAMI PEMULIHAN HATI
Jika hati yang tidak dibentengi menjadi pemicu perselingkuhan, pertahanan terbaik untuk mencegahnya adalah dengan menjaga hati kita. Dengan menjaga hati kita bebas menjalani kehidupan dengan sepenuh hati.
Hidup dengan sepenuh hati berarti hidup dalam penebusan. Caranya dengan menghadapi setiap hari dengan berani dan menanti-nantikan pekerjaan-Nya di dalam dan melalui diri kita. Kita memiliki keyakinan untuk terlibat dalam kisah cinta paling mengharukan sepanjang masa, yaitu kisah penebusan.
Ketika hati kita terpesona oleh kasih Allah yang bersedia mengorbankan apa saja bagi kita, permintaan-Nya bagi kita untuk mengasihi sesama seperti Dia mengasihi kita merupakan suatu sukacita dan bukan kewajiban semata. Kasih-Nya yang sempurna melenyapkan ketakutan kita untuk mengasihi (1 Yohanes 4:11,18) dan membuka hati kita terhadap hidup yang memberi penebusan, yang akan menang melawan pengkhianatan yang paling mematikan hati, yaitu perselingkuhan.
ODB Indonesia, 2014.