Bayangkan Anda sedang berkendara menuju pasar swalayan. Sekitar 30 meter dari persimpangan, lampu lalu-lintas yang semula hijau berganti warna menjadi kuning. Apakah keputusan yang mungkin Anda buat dalam sepersekian detik berikutnya?
Apakah Anda akan tancap gas lalu ngebut, berpikir mungkin Anda masih sempat melewati lampu kuning sebelum berganti merah? Atau Anda akan menginjak rem dan tidak mengambil risiko? Tentu saja, kepribadian Anda akan mempengaruhi keputusan yang Anda buat.
Ini bukan masalah baru. Selama ribuan tahun, hampir semua orang pernah menghadapi pilihan-pilihan yang harus diputuskan dengan cepat seperti ini. Semenjak Hawa memutuskan memakan buah terlarang di Taman Eden, kita pun harus membuat keputusan dengan cepat dalam kehidupan. Keputusan-keputusan tersebut biasanya dibuat berdasarkan keyakinan kita tentang Tuhan, diri sendiri, masyarakat kita, dan alam semesta.
Jika Allah itu nyata, bagaimana Dia mempengaruhi apa yang saya pilih untuk dilakukan? Apakah yang saya yakini tentang Dia, yang mempengaruhi keputusan-keputusan yang saya buat setiap hari?
Ketika membuka Kitab Yosua 2, kita melihat seorang wanita yang membuat keputusan kilat yang mengubah seluruh hidupnya. Namanya Rahab, dan ia mempraktikkan profesi tertua di dunia, yaitu pelacur. Ia telah membuat beberapa keputusan penting tentang nilai tubuh dan jiwanya.
Rahab tinggal di Yerikho, yaitu kota berbenteng paling kuat di Kanaan, berupa tembok-tembok lumpur yang mengelilingi kota, sekitar enam meter tingginya. Pada jarak-jarak tertentu di sekitar kota, ada sejumlah rumah yang berada di antara tembok-tembok tersebut. Di dalam salah satu rumah di tembok Yerikho inilah, Rahab tinggal. Kisah Rahab dimulai di Yosua 2:1:
“Yosua bin Nun dengan diam-diam melepas dari Sitim dua orang pengintai, katanya: ‘Pergilah, amat-amatilah negeri itu dan kota Yerikho.’ Maka pergilah mereka dan sampailah mereka ke rumah seorang perempuan sundal, yang bernama Rahab, lalu tidur di situ.”
Rupanya kedua pengintai itu akhirnya membuat curiga beberapa orang Yerikho, dan raja segera mendengar tentang kehadiran mereka di kota. Ia mengirimkan utusan ke rumah Rahab untuk meminta agar kedua pengintai itu diserahkan kepada prajurit Yerikho. Apakah Rahab akan melakukan hal yang patriotik dan menyerahkan kedua pengintai tersebut kepada raja? Hal itu merupakan keputusan besar bagi siapa pun yang membuatnya. Dan Rahab tidak punya waktu berjam-jam atau beberapa hari untuk memikirkannya. Ia juga tidak punya waktu untuk berkonsultasi dengan orang-orang kepercayaannya. Ia harus mengambil keputusan dengan cepat.
Rahab memutuskan untuk mempertaruhkan hidup dan masa depannya ke tangan Allah bangsa Israel. Ia yakin, seperti yang dikatakannya kepada kedua pengintai itu, bahwa Allah bangsa Israel adalah “Allah di langit di atas dan di bumi di bawah.” Iman Rahab itulah yang mendorongnya untuk melakukan tindakan yang nyata bagi umat Allah.
Setelah mengecoh prajurit Yerikho, Rahab bercakap-cakap dengan kedua pengintai di sotoh rumahnya, di bawah langit malam yang bertabur bintang. Rahab menyatakan imannya kepada Allah bangsa Israel.Selain itu, ia melakukan satu hal lagi, yaitu sebagai ganti telah menyelamatkan nyawa kedua pengintai tersebut, Rahab meminta agar orangtua dan saudara-saudara laki-laki serta saudara perempuannya dibiarkan hidup ketika Allah menyerahkan Yerikho kepada para penyerbu.
“Nyawa kamilah jaminan bagimu,” para pengintai itu meyakinkan Rahab. Dengan dua syarat: ia tidak boleh memberitahukan tugas kedua pengintai itu kepada para pejabat Yerikho, dan ia harus mengikat tali merah di jendela rumahnya di tembok itu. Yang akan selamat hanyalah isi rumah tersebut pada saat penaklukan. Yang lain akan dibinasakan.
Setelah mereka menyepakati persyaratan tersebut, Rahab menurunkan kedua pemuda itu dari atas tembok dengan tali tebal dan memberitahu mereka agar bersembunyi di pegunungan sampai regu pencari kembali ke Yerikho dengan tangan kosong. Lalu Rahab mengikat tali merah di jendela rumahnya, dan menunggu. Menunggu. Dan terus menunggu!
Ketika akhirnya Yerikho dihancurkan, hanya satu rumah di suatu bagian tembok kota yang masih tetap berdiri. Dari jendela rumah itu menjuntai tali merah. Orang-orang berkerumun di sekitar jendela rumah tersebut, dan dengan heran menyaksikan semua yang terjadi.
Yosua memanggil kedua pengintai dan memberi mereka tugas: “Pergilah ke rumah Rahab dan bawalah keluar setiap orang yang ada di sana dan amankanlah mereka.” ”Lalu masuklah kedua pengintai muda itu dan membawa ke luar Rahab dan ayahnya, ibunya, saudara-saudaranya, dan semua orang yang bersama-sama dengan dia, bahkan seluruh kaumnya dibawa mereka ke luar, lalu mereka menunjukkan kepadanya tempat tinggal di luar perkemahan orang Israel” (Yosua 6:23).
Aman! Rahab telah mempertaruhkan hidupnya ke tangan Allah bangsa Israel. Dan Allah telah menepati janji-Nya untuk menolong Rahab dan semua orang yang bersamanya di dalam rumah di tembok Yerikho. Dalam Yosua 6:25, tertulis bahwa Rahab tinggal di antara bangsa Israel dan bersatu dengan umat Allah. Fakta bahwa ia pernah menjadi pelacur tidak lagi relevan.
Namun kisah Rahab belumlah berakhir. Bukalah Matius 1 mengenai daftar silsilah yang membosankan itu dan lihatlah ayat 5: “Salmon memperanakkan Boas dari Rahab.”
Rahab adalah ibunya Boas? Itu berarti Rahab adalah nenek buyutnya Daud, raja Israel yang paling agung. Yang lebih menakjubkan, ia merupakan nenek moyang dalam silsilah Yesus, Tuhan yang Mulia, Allah yang menjadi manusia, Juruselamat dunia.
Rahab si pelacur itu? Tidakkah Anda berpikir bahwa Allah akan sedikit lebih selektif dalam memilih garis keturunan Anak-Nya? Bagi orang-orang yang sangat meninggikan leluhur, silsilah, dan asal-usul, tidakkah Tuhan akan mempertimbangkan keberatan mereka dan memilih garis keturunan yang lebih murni bagi sang Mesias? Sepertinya Allah ingin mengajarkan sesuatu ketika ternyata Dia memilih Rahab.
Rahab melambangkan penghargaan atas kemungkinan-kemungkinan yang ada pada diri kita masing-masing. Dalam diri Rahab, Allah melihat kemungkinan akan iman yang aktif dan menyegarkan, tanpa mempermasalahkan latar belakangnya. Allah melihat yang bisa Rahab wujudkan.
Begitu pula dengan kita. Masa lalu kita tidak relevan. Hanya masa depan kita yang penting bagi Allah. Iman bisa berkembang dalam lingkungan apa pun. Mawar dapat tumbuh di tumpukan kotoran. Apa pun yang ada di belakang kita tidak sepenting dengan yang ada di hadapan kita. Pilihan yang kita buat di masa lalu membawa kita ke tempat kita berada hari ini. Pilihan yang kita buat hari ini, hari esok, minggu depan, atau tahun depan akan menentukan hidup kita.
Beberapa dari pilihan tersebut merupakan keputusan-keputusan kilat, yang akan menunjukkan diri kita yang sebenarnya dan yang kita yakini tentang diri kita, dunia kita, dan Allah. Keputusan-keputusan tersebut akan menentukan tindakan-tindakan yang akan kita lakukan.
Disadur dari buku “Wanita yang Dibentuk Allah” © 2013, terjemahan “A Woman God Can Use” © 1990, 2012 oleh Alice Mathews, terbitan PT Duta Harapan Dunia. Untuk membeli buku tersebut, silahkan kunjungi versi ebook di: di sini