Kasih merupakan kebutuhan dasar setiap manusia, tidak ada seorang pun yang tidak membutuhkan kasih. Sebagai makhluk sosial, manusia butuh untuk menjalin relasi dengan orang lain, butuh untuk diterima, butuh untuk menerima dan memberikan kasih. Kasih adalah harmonisasi dua arah yang saling mengisi, sehingga menciptakan satu keindahan dalam kehidupan.
Ketika seseorang tidak mendapatkan kasih, dia akan merasa tidak diterima atau merasa tertolak. Dan hal ini memberikan dampak reaksi di dalam perilakunya. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi, mungkin akan membuat seseorang kehilangan motivasi, kehilangan kepercayaan diri dan identitas diri, bahkan memunculkan emosi-emosi negatif yang berdampak pada tindakan yang negatif.
Dalam hidup sehari-hari, kita rentan mengalami penolakan. Ditolak ketika menawar barang, ditolak ketika mengantri, ditolak oleh teman ketika membutuhkan bantuan, ditolak proposalnya oleh atasan, dan sebagainya. Penolakan-penolakan umum yang terjadi berkali-kali seperti ini adalah hal yang lazim dan akan sembuh dengan sendirinya.
Penolakan akan menjadi luka yang mengendap ketika seseorang tidak mendapatkan pemenuhan akan kebutuhan dasar berupa kasih dan penerimaan. Dan menjadi luka yang mendalam ketika orang-orang terdekat tidak dapat memberikannya. Luka akibat penolakan ini mulai terbentuk dari pengalaman hidup dan pola asuh yang diterima seseorang sejak kecil.
Seperti yang dialami oleh Regina Louise, seorang anak kulit hitam telantar, lahir di Austin Texas pada tanggal 2 Maret 1963. Dalam usia masih sangat kecil, Regina ditinggal oleh ibunya. Ayahnya sendiri sudah terlebih dahulu meninggalkannya dan menikah dengan wanita lain.
Sejak usia 13 tahun, Regina berpindah dari satu rumah asuh ke rumah asuh berikutnya. Regina Louise mempunyai masalah emosi dan kerap menunjukkan kemarahan. Hal inilah yang membuat Regina tidak bisa bertahan lama di satu rumah asuh. Lebih dari 30 rumah asuh sudah dimasukinya. Sampai pada satu saat, ia bertemu dengan Jeanne Kerr, seorang konselor kulit putih di sebuah shelter. Jeanne Kerr mengasihi dan menerima Regina apa adanya dan bermaksud mengadopsi Regina.
Sayang, pada masa itu masalah perbedaan ras membuat permohonan adopsi Jeanny Kerr ditolak pengadilan. Regina Louise sendiri akhirnya dipindahkan dan dimasukkan ke panti rehabilitasi orang dengan gangguan kejiwaan. Mereka tidak diizinkan bertemu.
Akan tetapi penerimaan dan kasih dari seorang Jeanne Kerr telah memberi semangat baru dan kepercayaan diri bagi Regina Louise. Ia pun berjuang untuk mewujudkan apa yang menjadi mimpinya. Ia memilih untuk merengkuh keindahan kasih dari Jeanne Kerr dan melepaskan amarah akibat penolakan dari kedua orangtuanya. Sekalipun perjalanannya panjang, berliku, dan tidak mudah, Regina Louise akhirnya berhasil membuktikan kepada dunia, bahwa ia adalah seorang yang patut dikasihi dan istimewa. Setelah hampir 3 dekade terpisah dengan Jeanne Kerr, akhirnya menjelang usianya yang ke-50, Regina Louise dipertemukan kembali dan diadopsi sebagai anak oleh Jeanne Kerr di pengadilan yang sama tempat pengajuan adopsi mereka ditolak 25 tahun yang lalu.
Kisah hidup Regina Louise difilmkan dengan judul I Am Somebody’s Child. Ungkapan kerinduan dan harapan dari Regina Louise menjadi pembuka film tersebut : “Sepanjang hidup, aku ingin tahu bahwa aku dilahirkan ke dunia sebagai anak yang diinginkan dan istimewa.“
Kasih dan penerimaan yang tulus dari seorang Jeanne Kerr telah menghapuskan luka penolakan yang dialami Regina Louise.
Saat ini Regina Louise berusia 60 tahun dan seorang penulis, advokat anak dan motivator di Amerika. Pada tahun 2019 ia mendapatkan penghargaan Jordan Award, yaitu Penghargaan Layanan Masyarakat untuk Anak dan Keluarga dari Seneca Foundation. Dia juga menulis buku bestseller berjudul Somebody’s Someone dan Someone Has Lead This Child to Believe.
Kebutuhan akan penerimaan dan kasih adalah kebutuhan batin untuk mendapatkan kasih tanpa syarat. Namun sayang, di dunia yang telah jatuh ke dalam dosa, kebutuhan ini sering kali tidak terpenuhi. Banyak anak yang mengalami penolakan, bahkan oleh orang-orang yang seharusnya mengasihi mereka. Kisah Regina Louise di atas hanyalah satu dari sekian banyak kisah tentang seorang anak yang tidak diinginkan. Anak yang tertolak karena berbagai alasan dari orangtua yang seharusnya menerima dan mengasihinya.
Kita juga dapat menemukan banyak kisah tentang penolakan di dalam Alkitab. Mulai dari perasaan tertolak Kain, hingga penolakan terberat yang diterima oleh Yesus.
Kain merasa tertolak saat persembahannya tidak diterima Allah. Reaksinya atas ketertolakan ini adalah marah dan bermuka muram. Tertulis dalam Kejadian 4:6-7: Firman Tuhan kepada Kain: “Mengapa hatimu panas dan mukamu muram? Apakah mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik? Tetapi jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya.”
Hampir semua orang akan bereaksi seperti Kain saat mengalami penolakan. Membiarkan ketertolakan menorehkan luka yang dalam di hati. Keterlukaan yang siap melukai orang lain dan diri sendiri, oleh karena ia membiarkan kemarahan dan kekecewaan menguasai dirinya.
Namun, ada satu pribadi yang darinya kita dapat belajar bagaimana menyikapi penolakan. Pribadi ini, seperti banyak dari kita, juga mengalami penolakan sepanjang hidupnya. Pribadi ini, tak lain tak bukan adalah Yesus, putra Allah.
Sejak datang ke dunia, Yesus telah mengalami penolakan. Yohanes memberikan kesaksian, “Ia datang kepada milik kepunyaanNya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerimaNya” (Yohanes 1:11).
Bahkan dalam pelayanan-Nya, Yesus menghadapi banyak konflik dan ancaman. Dan pada puncaknya Dia harus merelakan nyawa-Nya, menderita hingga mati di kayu salib. Yesus meresponi penolakan tersebut dengan kasih dan pengorbanan. Kasih yang memberikan kesembuhan dan keutuhan. Dia memilih untuk menyelamatkan orang-orang yang menolak-Nya dengan Kasih yang membebaskan keberdosaan umat manusia. Yohanes 3:16 berkata, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.”
Ketika Anda mengalami penolakan, ingatlah bahwa Yesus mengalaminya jauh melebihi apa yang kita rasakan. Dan ingatlah juga akan pengampunan yang telah kita terima dari-Nya.
Mengampuni memang tidak mudah, karena pengampunan sejati bukan sekadar ucapan tanpa makna, melainkan melepaskan hak untuk marah dan membalas dendam kepada orang yang telah menolak dan melukai kita. Butuh kerendahan hati dan kasih Bapa untuk kita mampu melakukannya. Hanya kasih yang dapat memadamkan kebencian, hanya kasih yang dapat melepaskan belenggu penderitaan. Hanya kasih yang bisa memberikan pengampunan. Hanya kasih yang bisa memberikan hidup yang berkemenangan.
Yuk berjalan berdampingan untuk
Kami akan menampilkan artikel, kesaksian, dan tips-tips parenting setiap minggunya.