Salah satu fase yang tak kalah menantang dalam mengasuh anak adalah saat mereka memasuki usia remaja. Perubahan-perubahan fisik dan emosional pada anak bukanlah sesuatu yang mudah dihadapi, baik bagi anak maupun orangtua. Pada fase inilah orangtua perlu menyediakan waktu dan perhatian yang lebih intens dalam mendampingi anak-anak remaja menghadapi perubahan yang cukup signifikan ini.
Selain perubahan fisik dan emosional, masalah yang sering timbul saat anak memasuki masa remaja adalah ketertarikan mereka pada lawan jenis. Anak-anak remaja kita mulai naksir atau bahkan jatuh cinta. Mereka mulai belajar berpacaran. Hasrat dan gairah yang timbul pada saat berpacaran ini bukanlah hal yang mudah untuk dibendung, namun bukan berarti tidak dapat dikendalikan. Peran orangtua dalam hal ini sangat besar dan penting, oleh karenanya pendekatan yang bijaksana terhadap masalah ini juga sangat dibutuhkan.
Umumnya, saat anak remaja mulai berpacaran, pertama-tama mereka mencari tahu dari teman-teman sebaya, seperti apa sih pacaran itu? Sampai sebatas mana sih sentuhan fisik diperbolehkan? Mengingat betapa banyaknya anak-anak sekarang ini terpapar media sosial dan film, mereka sering menarik kesimpulan dari apa yang mereka baca dan tonton. “Kalau tidak pegangan tangan, itu namanya belum pacaran. Kalau tidak ciuman atau bahkan berhubungan intim, itu namanya tidak pacaran.” Dengan kata lain, media sosial, film, buku, bahkan pergaulan menentukan definisi pacaran mereka. Di mata anak, pacaran bisa berarti harus pelukan, ciuman, bahkan berhubungan intim.
Benarkah harus demikian? Sebebas itukah? Tentu tidak. Kebebasan tidak selalu identik dengan melakukan segala sesuatu tanpa ada koridor-koridor yang perlu diikuti. Kebebasan kita adalah kebebasan yang dibatasi oleh kebebasan orang lain demi meminimalisir risiko yang akan dihadapi. Gaya pacaran anak zaman now, tidak harus menyesuaikan dengan kisah cinta yang sering disajikan dalam film-film romantis ataupun novel-novel percintaan. Bisakah orangtua mencegah hal ini? Tentu bisa. Bagaimana caranya? Yaitu dengan mendampingi anak-anak sejak dari awal mereka mulai menunjukkan kedekatan mereka secara khusus dengan seseorang, atau bahkan jauh sebelum itu.
Orangtua tentunya tahu bahwa ada eskalasi dalam berpacaran. Dari yang awalnya hanya berpegangan tangan, dapat meningkat jadi berciuman. Dari yang hanya mencium pipi, lama-kelamaan jadi ciuman di bibir, menyentuh bagian tubuh yang sensitif, sampai akhirnya… melakukan hubungan intim. Tentu saja, semua ini tidak terjadi dalam sehari, melainkan merupakan semacam akumulasi. Sesuatu yang awalnya mungkin hanya coba-coba, lama-kelamaan dilakukan dengan lebih berani. Sesuatu yang kemudian dianggap biasa oleh anak, bisa berkembang semakin jauh. Jika dibiarkan, semua eskalasi tersebut tanpa sadar akan mengantar anak-anak ke titik membahayakan. Lalu apa yang dapat dilakukan orangtua untuk menolong mereka dan mencegah gaya berpacaran bebas ini terjadi?
Ingatkan Anak Sejak Awal Mereka Berpacaran
Relasi dengan orangtua adalah salah satu relasi paling penting dalam kehidupan seorang anak. Relasi yang kuat dan sehat akan menciptakan komunikasi yang baik antara orangtua dan anak. Anak yang merasa diterima akan merasa aman untuk bercerita macam-macam kepada orangtuanya, termasuk saat mereka mulai naksir teman lawan jenis. Mereka lebih terbuka untuk mendengarkan nasihat dan masukan dari orangtua. Mereka juga tidak segan-segan menceritakan hal-hal baru yang terjadi dalam hidup mereka, termasuk saat ada yang mendekati mereka atau ada yang mereka taksir.
Hal pertama yang perlu orangtua lakukan ketika anak membuka diri mengenai perasaannya adalah meminta untuk diperkenalkan dengan teman istimewa tersebut. “Ajak dong teman kamu itu ke rumah, Mama dan Papa kepingin kenalan juga,” orangtua bisa berkata seperti ini. Nah, ketika si teman istimewa ini datang, orangtua dengan bijaksana dapat menyampaikan secara tidak langsung nasihat-nasihat yang dapat diterjemahkan sebagai rambu-rambu berpacaran yang sehat.
Misalnya, ayah seorang remaja perempuan bisa berkata kepada teman istimewa putrinya, “Milly ini masih miliknya Om, ya, bukan milik kamu. Jadi, kamu itu bertanggung jawab ke Om, karena nanti Om yang akan menikahkan Milly dan menyerahkan Milly di depan altar kepada calon suaminya. Nah, sekarang kamu kan teman istimewanya Milly, jadi kamu…” Silakan Anda lanjutkan dengan apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama anak remaja Anda berpacaran, dan apa saja yang perlu diperhatikan oleh sepasang remaja yang sedang jatuh cinta itu.
Mungkin Anda bertanya begini: memangnya ini tidak lebay ya? Kok kayaknya serius banget ya, membicarakan semua ini sejak awal, padahal anak saya masih remaja, baru kenal cinta monyet?
Jawaban saya, sama sekali tidak. Ingatlah bahwa gaya berpacaran anak remaja tidak lepas kendali dalam sehari saja. Semua bereskalasi, berakumulasi. Oleh karenanya, demi mencegah hal itu terjadi, orangtua perlu membimbing dan memberi tahu mereka mengenai batasan-batasan dalam berpacaran yang sehat tersebut sejak awal, dan bukan setelah mereka sudah pacaran setengah tahun baru terpikir untuk melakukan percakapan ini.
Ingatkan Anak Bahwa Mereka Berharga
Selain memberi tahu anak-anak remaja sejak awal mengenai batasan-batasan dalam berpacaran yang sehat, orangtua juga perlu mengingatkan mereka tentang pentingnya menjaga kekudusan tubuh mereka. Seperti yang terjadi saat Salomo sedang menjalin hubungan asmara dengan wanita pujaan hatinya, sang kekasih berkata, “… jangan kamu membangkitkan dan menggerakkan cinta sebelum diingininya!” (Kidung Agung 2:7b). Frasa ini muncul tiga kali dalam kitab ini (lihat Kidung Agung 3:5; 8:4); kata-kata ini diucapkan oleh pihak wanita dan mengacu pada keintiman jasmaniah di antara dirinya dengan kekasihnya. Dia tidak ingin keintiman terjadi sampai situasinya tepat, yaitu hingga dia sudah menikah dengan Salomo. Ini berarti Alkitab memberikan contoh praktis bahwa Tuhan hanya mengizinkan hubungan seksual di antara suami-istri. Seks di luar pernikahan adalah hal yang melanggar peraturan Tuhan.
Orangtua dapat mengingatkan anak laki-laki remaja mereka untuk tidak mempermainkan orang lain, untuk bertanggung jawab dan menghormati gadis yang mereka cintai. Sebailknya, kepada anak gadis remaja, orangtua bisa mengingatkan seperti ini, “Milly, kamu itu bagaikan permata yang mahal, yang disimpan dalam kaca etalase. Tidak bisa dipegang sembarangan, disentuh sembarangan. Kamu sangat berharga, buat Mama dan Papa, keluarga, dan terutama buat Tuhan. Karenanya, kamu harus menjaga baik-baik diri kamu.”
Ingatkan Anak Pentingnya Menjaga Diri dan Menjaga Orang Lain
Hendaknya orangtua tidak jemu-jemu mengingatkan anak remaja bahwa mengasihi orang lain berarti menjaga orang tersebut agar tidak tergoda dan jatuh dalam dosa. Rasul Paulus dengan berhati-hati juga menasihati Timotius demikian, “Karena itu jauhkanlah dirimu dari segala hal yang menimbulkan hawa nafsu dan keinginan orang muda. Berusahalah keras untuk terus hidup benar, tetap percaya kepada Kristus, berbuat kasih, dan hidup damai dengan sesamamu. Lakukanlah semua itu bersama-sama dalam persekutuan dengan saudara-saudari yang— seperti kamu sendiri— setiap hari berdoa kepada Tuhan dengan tulus hati.” (Alkitab versi terjemahan Sederhana – TSI 2014).
Dalam berpacaran, salah satu yang paling sulit dihindari adalah bersentuhan. Karena itu, anak remaja kita perlu diberi pengertian mengenai bahayanya bila bersentuhan terus dibiarkan berkembang. Katakan pada mereka bahwa sentuhan dapat memberi rangsangan, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Namun, laki-laki dan perempuan mengartikan sentuhan dengan cara berbeda. Seorang gadis membaca sentuhan sebagai dirinya disayang, tetapi bagi seorang pemuda, jika seorang gadis menerima saja dirinya disentuh, ia bisa membaca hal tersebut dengan menyimpulkan bahwa si gadis murahan.
Selain sentuhan, pintu rangsang bagi perempuan adalah pendengaran. Sementara bagi laki-laki, pintu rangsangnya terletak di penglihatan. Pengetahuan seperti ini mungkin terdengar remeh, tapi sangat berguna bagi anak-anak remaja yang baru mengenal pacaran. Orangtua yang melihat putrinya mengenakan pakaian yang terlalu pendek dan terbuka dapat menegur dengan mengatakan bahwa, apa yang dikenakannya bisa menjadi pergumulan bagi pemuda yang disayanginya, misalnya. Orangtua juga dapat memberi anak-anak pengertian mengenai pentingnya menjaga diri dan menjaga orang yang mereka kasihi. Ingatkan anak-anak remaja untuk secara aktif menghindari membahayakan diri mereka dari kejatuhan yang tidak perlu dalam berpacaran. Caranya bisa dengan memilih bertemu di tempat terang dan terbuka, mengenakan pakaian yang sopan, dsb.
Tentu tidak mudah bagi kita sebagai orangtua untuk menerapkan langkah-langkah di atas bukan? Perlu usaha lebih keras untuk menjaga anak-anak remaja kita agar tetap berjalan dalam koridor yang benar. Dalam hal ini tentunya kita tidak berjuang sendirian. Ada banyak orangtua di luar sana yang sedang berada di fase yang sama dengan kita. Kita bisa belajar bersama mereka. Juga ada orang-orang yang lebih tua yang sudah pernah melalui fase ini. Kita dapat meminta nasihat mereka, karena kita tidak memiliki umur yang cukup panjang untuk belajar dari pengalaman kita sendiri.
Anda diberkati dengan materi ini?
Pastikan Anda tidak ketinggalan membaca tulisan-tulisan terbaru kami lainnya.