Apakah Anda memiliki teman dekat atau kerabat di kota yang jauh? Pada hari ulang tahunnya atau pada hari Natal, Anda selalu menyempatkan untuk mengiriminya hadiah. Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, akhirnya Anda mendapat kesempatan untuk mengunjunginya. Anda senang sekali. Setibanya di rumahnya, diam-diam Anda berharap akan melihat hadiah-hadiah yang selama ini Anda berikan untuknya.
Namun, Anda tidak melihat satu pun hadiah yang tahun demi tahun telah Anda beli dan bungkus dengan hati-hati sebagai hadiah bagi sang teman. Kemudian ketika membuka lemari di ruang tamu, Anda menemukan semua hadiah pemberian Anda masih terbungkus rapi dan berjajar di sana.
Bagaimana perasaan Anda? Apa pendapat Anda tentang teman ini? Anda telah mencurahkan begitu banyak waktu, pikiran, dan uang baginya, tetapi ia seolah-olah tidak menghargainya. Saya tidak akan heran jika Anda merasa kecewa.
Ilustrasi di atas mengingatkan saya pada karunia-karunia rohani yang telah Allah berikan kepada masing-masing kita. Mungkinkah Allah memberikan karunia-karunia rohani untuk kita tumpuk sembarangan di rak-rak kehidupan kita, tanpa pernah kita buka atau gunakan sama sekali? Atau mungkinkah kita sudah membukanya, tetapi karena tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan semua karunia rohani tersebut, kita pun hanya menyimpannya di lemari? Bayangkan betapa kecewanya Allah ketika kita tidak menghargai karunia-karunia rohani yang telah Dia hadiahkan kepada kita.
Ada sejumlah wanita dalam Perjanjian Lama yang menerima karunia rohani, dan saya ingin mengajak Anda berkenalan dengan salah satunya. Wanita ini bernama Hulda, dan ia telah menggunakan karunia rohaninya dengan sangat baik. Saya berharap kita dapat bersama-sama belajar dari wanita ini.
Hulda adalah seorang wanita luar biasa yang kita jumpai dalam 2 Raja-raja 22. Ia hidup di Yerusalem pada masa suram sejarah Israel. Saat itu, raja-raja besar Israel, Daud dan Salomo, sudah meninggal, dan bangsa Israel terpecah menjadi dua kelompok yang bermusuhan. Kesepuluh suku di Utara menyebut diri mereka “Israel”, sedangkan kedua suku di Selatan dikenal sebagai “Yehuda”. Baik di Utara maupun Selatan, penyembahan berhala, penyembahan Baal, pelacuran bakti, dan pengorbanan manusia telah merasuk ke dalam ibadah keagamaan rakyatnya. Tuhan Allah Israel terkadang hanya dipandang sebagai salah satu dari sekian banyak allah. Bahkan terkadang Dia sama sekali tidak disembah.
Di tengah keadaan ini, lahirlah seorang pangeran bernama Yosia. Ketika ia berumur 26 tahun dan telah memerintah selama 18 tahun, ia memerintahkan untuk merenovasi Bait Allah yang dibangun oleh Salomo. Rumah Tuhan itu telah dinodai penyembahan berhala dan kondisinya sangat buruk.
Saat renovasi dilakukan, seorang pekerja tanpa sengaja menemukan sebuah naskah kuno. Apakah isi naskah itu? Apa artinya? Tidak ada yang tahu. Bahkan imam besar Hilkia tidak mengetahui arti dari tulisan suci tersebut. Ia melaporkan penemuan tersebut kepada Safan yang kemudian menyampaikannya kepada Raja Yosia.
Setelah mendengar Safan membacakan gulungan tersebut, Yosia segera mengoyak jubahnya. Apa pun yang dibacakan Safan, ini secara jelas menegaskan pembinasaan yang akan Allah jatuhkan kepada umat-Nya jika mereka berpaling dari jalan-Nya. Tak ada keraguan dalam pikiran Yosia bahwa jika hal itu benar, kerajaannya dalam bahaya besar.
Yosia ketakutan. Namun, ia juga pria yang sigap. Ia memerintahkan seluruh pemimpin di kerajaan untuk mencari tahu tentang makna kitab tersebut. Imam Hilkia dan para penasihat raja segera berangkat mencari Hulda, seorang nabiah sekaligus istri Salum, pengurus pakaian kerajaan.
Hanya sedikit yang kita ketahui tentang Hulda. 2 Raja-Raja 22:4 menyatakan bahwa ia tinggal di perkampungan baru di Yerusalem. Pada beberapa peta tua Yerusalem, perkampungan baru tersebut merupakan tempat pendidikan, dan tradisi Yahudi menjelaskan bahwa kemungkinan Hulda adalah seorang guru.
Kita mengenal Hulda sebagai seorang nabiah. Ia menerima firman Allah dan menyampaikannya kepada para pria dan wanita. Fakta bahwa Imam Besar Hilkia dan para pegawai istana lainnya tanpa ragu mencarinya, menunjukkan pamor Hulda dalam hal kearifan dan kesalehannya. Ia bisa dipercaya untuk menyatakan kepada mereka mengenai firman Allah yang sejati secara tajam, jelas, dan akurat.
Apa firman yang Allah berikan kepada Hulda? Lihatlah yang dikatakan sang nabiah kepada sekelompok besar orang dari istana:
“‘Beginilah firman Tuhan, Allah Israel! Katakanlah kepada orang yang menyuruh kamu kepada-Ku! Beginilah firman Tuhan: Sesungguhnya Aku akan mendatangkan malapetaka atas tempat ini dan atas penduduknya, …Tetapi kepada raja Yehuda, yang telah menyuruh kamu untuk meminta petunjuk Tuhan, harus kamu katakan demikian: Beginilah firman Tuhan, Allah Israel: Mengenai perkataan yang telah kau dengar itu, oleh karena engkau sudah menyesal dan engkau merendahkan diri di hadapan Tuhan … dan oleh karena engkau mengoyakkan pakaianmu dan menangis di hadapan-Ku, Akupun telah mendengarnya, demikianlah firman Tuhan …’” 2 Raja-raja 22:15-20
Lalu mereka menyampaikan jawaban itu kepada raja.
Satu hal yang jelas: Hulda tidak berbasa-basi. Ia berbicara lugas, tegas, dan langsung pada intinya. Ia tidak malu menyampaikan perkataan yang berasal dari Allah karena yakin bahwa ia berkata benar. Ia tidak ragu untuk menjawab meski ia seorang wanita. Ia juga tidak takut akan menyinggung kaum pria. Bagi Hulda, yang penting adalah menggunakan karunia yang telah Allah percayakan kepadanya.
Hal lain yang jelas dari perkataan Hulda: pesan yang disampaikannya berasal dari Tuhan, Allah Israel. Ia menekankan hal tersebut dalam perkataan kenabiannya: “Beginilah firman Tuhan, Allah Israel” … “Beginilah firman Tuhan” … “Beginilah firman Tuhan, Allah Israel.” Hulda tahu bahwa Allah berfirman melalui dirinya. Ia tidak ragu-ragu dengan mengatakan, “Ya, jika kalian ingin tahu pendapatku tentang gulungan ini” atau “Menurutku kitab ini …”
Hulda tahu bahwa ia adalah juru bicara Allah.
Imam Besar Hilkia dan orang banyak dari istana itu pun mengetahuinya. Mereka tidak mendiskusikan apakah mereka harus mencari pendapat lain, melainkan langsung menyampaikan pesan dari nabiah tersebut kepada raja. Karena raja percaya bahwa pesan Hulda berasal dari Allah, ia pun mengadakan reformasi agamawi di Yehuda yang merupakan reformasi paling menyeluruh sepanjang abad setelah terjadinya perpecahan kerajaan.
Kita tidak mendengar lagi kelanjutan kisah Hulda, sang nabiah. Ia berada di panggung untuk sebuah adegan yang singkat dan dramatis, lalu menghilang. Namun, ia adalah sosok wanita yang istimewa, yang menggunakan karunia rohani yang Allah berikan kepadanya bagi kepentingan bangsanya.
Dalam keluarga, karunia rohani juga perlu dikembangkan. Sebagai orangtua kita perlu mengembangkan berbagai karunia yang Tuhan percayakan kepada kita, untuk dipakai dalam mendidik dan mengasuh anak. Terutama dalam hal mendidik dan membimbing anak untuk menempatkan Tuhan sebagai pusat kehidupan mereka yang akan menuntun mereka dalam mengambil tindakan dan keputusan penting di kehidupan mereka.
Yuk berjalan berdampingan untuk
Kami akan menampilkan artikel, kesaksian, dan tips-tips parenting setiap minggunya.