Relasi kakak-adik adalah salah satu relasi paling indah yang Tuhan izinkan untuk dinikmati manusia. Namun, seperti halnya semua jenis relasi, hubungan kakak-adik ini perlu dibangun sejak masih kanak-kanak. Dan peran orangtua dalam hal ini sangat menentukan kualitas relasi tersebut. Apakah anak-anak kita akan tumbuh menjadi kakak-adik yang saling menyayangi, ataukah sebaliknya, mereka akan menganggap satu sama lain sebagai saingan, bahkan musuh?
Masalah relasi kakak-adik ini telah ada sejak zaman Kain dan Habel. Bukan itu saja. Alkitab bahkan mencatat beberapa kisah kakak-adik yang tidak harmonis. Ada kisah Esau dan Yakub yang dibesarkan oleh orangtua yang menjadikan mereka masing-masing sebagai anak favorit. Ada juga kisah Yusuf yang dibenci saudara-saudaranya karena ia dianakemaskan oleh ayah mereka.
Apakah kita sudah mengasihi anak-anak kita dengan baik?
Sebagai orangtua mungkin kita memiliki kebiasaan-kebiasaan yang tanpa sadar membuat anak-anak kita mengalami kesulitan untuk membangun relasi sehat di antara mereka bersaudara. Berikut ada 5 pertanyaan yang dapat menolong kita untuk memeriksa cara kita mengasihi anak-anak kita.
- Benarkah kasih sayang kita terbagi rata kepada anak-anak seperti yang sering kita ucapkan? Apakah bila memiliki dua anak, kita membagi kasih sayang kita 50%-50%?
Tentu tidak. Karena sesungguhnya ketika kita mengasihi anak, tentu saja kita mengasihi setiap anak seratus persen. Kasih memang tidak dapat dibagi. - Apakah ada anak emas dalam keluarga? Entah itu anak yang pandai, rupawan, baik, atau justru anak yang lemah dan sakit-sakitan yang selalu kita istimewakan?
Jika kita menganakemaskan seorang anak dengan alasan apa pun, saudaranya pasti merasakan dan mengetahui perlakuan berbeda yang kita terapkan tersebut. - Dalam sebuah perselisihan, adakah pihak yang selalu dipersalahkan dan pihak yang selalu dibela?
Biasanya tanpa sadar orangtua sering menuntut lebih dari si kakak. Jika adik melakukan kesalahan, yang disalahkan malah si kakak. “Kenapa Kakak diam saja? Kenapa Kakak tidak mengajari? Kenapa Kakak…?” Perkataan yang bernada menyalahkan si kakak ini seolah-olah mengesankan bahwa adik menjadi beban atau tanggung jawab kakak. - Apakah kita sering membanding-bandingkan anak yang satu dengan yang lain?
Rumah kita bukanlah arena pertandingan, jadi jangan memperbandingkan dan mempertandingkan anak-anak kita. Setiap anak pasti punya kelemahan dan kelebihan. Tidak ada anak yang sempurna kelebihannya dan tidak ada yang sempurna juga kelemahannya. - Apakah ada sebutan “anak mama” atau “anak papa”? Apakah ada julukan atau cap yang Anda atau salah satu saudara berikan kepada saudaranya yang lain?
Hal seperti ini tidak boleh terjadi, karena ketika di dalam sistem keluarga ada satu yang di-bully, diejek, maka hal ini akan mengundang yang lain untuk ikut merisak.
Sebagai orangtua, kita perlu ingat bahwa Tuhan-lah yang menentukan posisi setiap anak di dalam keluarga. Entah terlahir sebagai anak sulung, tengah, ataupun bungsu, Tuhan tidak pernah keliru menempatkan. Tugas orangtua adalah memadupadankan anak-anak kita sehingga menjadi bagian dalam identitas keluarga kita.
Perselisihan di antara kakak dan adik sesungguhnya tidak terhindarkan. Apalagi di antara kakak-adik yang sifat dan karakternya bertolak belakang. Namun, sebagai orangtua kita perlu peka mengenali penyebab dan sifat pertengkaran anak-anak kita. Apakah kakak dan adik ini bertengkar karena masalah-masalah remeh lalu berbaikan dan bermain bersama lagi? Atau mereka bertengkar karena digerakkan oleh rasa persaingan di antara mereka untuk mendapatkan cinta kasih, afeksi, dan perhatian serta pengakuan dari satu atau kedua orangtuanya? Jika hal ini yang terjadi, kita perlu waspada dan membereskan akar permasalahannya secepat mungkin.
Lalu apa yang dapat dilakukan orangtua untuk mencegah munculnya persaingan di antara kakak-adik?
Seorang yang penuh hikmat menuliskan nasihat terkhusus untuk para orangtua, baik di masa ribuan tahun lalu sampai di masa sekarang. Suatu nasihat yang masih akan berlaku bagi para orangtua di masa mendatang sekalipun. Nasihat itu berkata:
“Didiklah anakmu, maka ia akan memberikan ketenteraman kepadamu, dan mendatangkan sukacita kepadamu.” (Amsal 29:17)
Mendidik anak bertujuan untuk membentuk perilaku dan karakter sejak dini. Didikan dapat berupa koreksi, arahan, maupun teladan. Orangtua perlu mengandalkan dan berpaut pada firman Tuhan dalam meminimalisir perilaku menyimpang yang dapat ditiru oleh anak-anak. Pembatasan terhadap sikap, perkataan, dan perbuatan ini akan menjadi semacam batu pijakan bagi anak menuju kedewasaan mereka.
Izinkan anak menjadi diri pribadinya sendiri, dengan segala keunikannya, dan jangan membandingkan anak yang satu dengan yang lain. Setiap anak unik dan berbeda, jadi tidak fair jika kita membanding-bandingkan mereka.
Sebagai orangtua, kita tahu bahwa bersikap adil itu penting, tetapi kita perlu menyesuaikan dengan kebutuhan anak. Ini karena adil bagi anak yang satu berbeda dengan adil bagi anak yang lain. Jadi sediakanlah waktu untuk menjelaskan kepada anak mengenai keputusan dan tindakan kita. Misalnya: “Kenapa Mama kasih Kakak lebih besar? Karena kebutuhan Kakak lebih banyak. Nanti kalau kamu sudah sebesar Kakak, kebutuhan kamu juga besar dan pasti juga akan diberikan.”
Doronglah anak yang lebih besar untuk menjadi contoh bagi adiknya, tetapi jangan memakai sang adik untuk membatasi ruang gerak si kakak. Berikan anak yang lebih besar, otoritas dan kepercayaan untuk membuat keputusan, dan jangan mengharuskan si kakak untuk selalu mengalah kepada adiknya.
Kegiatan keluarga memang penting, dan perlu dilakukan secara berkala bersama-sama. Namun juga tidak kalah penting bagi orangtua untuk menyediakan waktu berkualitas dengan masing-masing anak. Sediakanlah jadwal “berkencan” dengan setiap anak kita, karena hal-hal seperti ini akan terus diingat oleh anak. Kenapa? Karena kesempatan seperti ini membuat anak merasa istimewa, meski ia tahu saudara-saudaranya juga akan diajak “berkencan” oleh orangtua mereka.
Bekerja sama, bukan bersaing
Bukannya berlomba atau bersaing, kita perlu terus mengingatkan anak-anak kita bahwa kakak dan adik harus bekerja sama dan saling menyayangi. Pastikan anak-anak kita mengerti bahwa kerja sama di antara saudara lebih penting daripada keberhasilan diri sendiri. Ingatkan mereka bahwa tidak ada manusia, benda, atau apa pun yang boleh merusak hubungan persaudaraan. Hubungan kakak dan adik perlu selalu dijaga dan dipelihara.
Ada orangtua yang pernah bertanya begini: “Lalu bagaimana dong kalau anak-anak saya bertengkar memperebutkan sesuatu? Apa yang harus saya lakukan?” Mungkin Anda pernah juga bertanya begitu. Saran saya, benda yang diperebutkan itu perlu disingkirkan dulu sampai ada penyelesaian atau titik temu. Kita dapat berkata begini kepada anak-anak kita, “Hubungan kalian itu lebih penting daripada apa pun di dunia. Jadi, kalau barang itu bikin kalian jadi berebut, berantem, lebih baik kita singkirkan barang itu sampai kalian bisa mencari solusinya.”
Kenapa orangtua perlu bersikap tegas? Karena kita memang perlu melatih anak-anak kita untuk hidup berdamai di antara mereka, dan bukannya mengembangkan bibit-bibit persaingan. Jika hari ini kita membiarkan anak-anak kita berebut barang, bisa-bisa setelah besar nanti mereka akan berebut orang, bahkan bersaing berebut pacar.
Konflik bukan untuk dihindarkan, melainkan diselesaikan
Kita perlu ingat bahwa konflik antara kakak dan adik bukan untuk ditiadakan atau dihindarkan. Pakailah setiap konflik sebagai sarana dan kesempatan untuk anak-anak kita semakin mengenal pribadi masing-masing. Selain itu, konflik juga dapat kita pakai sebagai sarana untuk mendorong anak-anak kita mengungkapkan kasih bagi saudaranya. Untuk mengampuni, berdamai kembali, menyelesaikan masalah, serta saling mendoakan. Jadikan konflik juga sebagai sarana anak-anak kita untuk melatih diri mereka menjadi peacemaker, bukan peacekeeper. Mereka akan mengerti bahwa berdamai dengan orang lain itu perlu luar-dalam, perlu mengampuni, perlu penerimaan.
Jika kita ingin membantu anak-anak kita dalam membangun relasi kakak-adik yang baik, maka kita perlu menanamkan nilai-nilai dan sikap hati yang positif dalam diri anak-anak kita. Selalu dorong dan ajari mereka untuk mau berdamai, menyelesaikan konflik, dan bukan meniadakannya.
Penting sekali bagi kita untuk mengingat bahwa persaingan di antara kakak dan adik ini dapat menjadi masalah serius jika kita tidak menanganinya dengan baik sejak anak-anak kecil. Pola asuh dan penanganan konflik yang orangtua terapkan nantinya akan ditiru oleh anak ketika mereka kelak keluar dari rumah hingga mereka akhirnya menjadi orangtua. Jika sekarang kita dapat membuat anak-anak kita berdamai, saling memperhatikan, menjaga, menyayangi, maka sewaktu mereka kelak menjadi orangtua, mereka juga akan memperlakukan hal yang sama kepada cucu-cucu kita. Jadi ini akan menjadi warisan yang kita berikan kepada anak dan cucu kita. Warisan relasi.
Narasumber: Charlotte Priatna
Disadur oleh: Rosi Simamora
Penyelaras bahasa: Marlia Kusuma Dewi
Yuk berjalan berdampingan untuk
Kami akan menampilkan artikel, kesaksian, dan tips-tips parenting setiap minggunya.