Biasanya anak bungsu dianggap istimewa, anak yang paling disayang oleh seluruh keluarga. Namun, lain persoalan ketika si bungsu merasa ia adalah anak yang tidak diinginkan. Luka demi luka hati terus menggerogotinya, sehingga mempengaruhi performa kerja, pergaulan, bahkan penerimaan terhadap diri sendiri. Masihkah ada harapan bagi seorang anak “yang tidak diinginkan”, untuk menemukan jati dirinya yang sesungguhnya di mata Allah?