“Bagaimana kita dapat membesarkan anak-anak yang takut akan Tuhan? Seorang pendeta dan ayah dua anak menulis artikel tentang apa yang seharusnya tidak kita lakukan saat mengasuh anak-anak kita.”

Seorang anak perempuan memandang ibunya dan berkata, “Uban Mama semakin banyak.”

Sang ibu menyahut, “Ya, setiap kali kamu tidak patuh sama Mama dan membuat Mama sedih, sehelai rambut Mama akan berubah jadi uban.”

Gadis itu berkata, “Oh, jadi itukah sebabnya rambut Nenek putih semua? Karena Mama tidak patuh sama Nenek?”

Anekdot jenaka ini menggambarkan fakta yang tidak dapat disangkal: menjadi orangtua jelas tidak mudah!

Benar, kita mungkin ingin menjadi orangtua yang sesuai dengan perintah Allah, tetapi kita lelah. Kita kalah. Mengasuh dan membesarkan anak terasa begitu rumit sehingga kadang-kadang kita ingin menyerah rasanya.

Artikel ini saya beri judul “Anak-anak yang Cinta Dunia” yaitu anak-anak yang terobsesi dengan pencapaian-pencapaian duniawi. Artikel ini sengaja disampaikan dengan gaya sarkastis untuk membantu kita merenungkan pertanyaan ini: Apa saja yang orangtua lakukan sehingga anak-anak tumbuh menjadi anak-anak yang tidak peduli kepada Allah—yang tidak taat pada-Nya, atau bahkan tidak percaya pada-Nya?

1. Tidak Menghabiskan Waktu Bersama Anak Anda

Tentu saja, Anda dapat membelikan mereka boneka, permen, dan cokelat. Anda juga bisa mengirimkan mereka ke berbagai kelas pengayaan dan kursus-kursus. Sediakan hal-hal terbaik dalam hidup untuk mereka—tapi tak peduli apa pun yang Anda lakukan, jangan habiskan waktu bersama mereka.

Sebagian dari kita mungkin tersenyum kecut saat membaca ini, karena hidup kita mungkin tidak jauh berbeda dari yang baru saya gambarkan.

Banyak orangtua bekerja keras di kantor tetapi sulit untuk menghabiskan waktu bersama anak-anak mereka.

Pengarang dan psikolog Kristen James Dobson pernah mendiskusikan hasil sebuah studi yang meneliti berapa banyak waktu yang dihabiskan para ayah bersama anak-anak mereka yang masih kecil. Para ayah rata-rata menghabiskan 15-20 menit setiap hari dengan anak-anak mereka. Para peneliti memakai alat perekam untuk memverifikasi perkiraan ini, dan penelitian tersebut menemukan bahwa angka sesungguhnya hanya 35 detik per hari: 3 percakapan yang masing-masing panjangnya hanya 10-15 detik.

Banyak orangtua bekerja keras di kantor tetapi sulit untuk menghabiskan waktu bersama anak-anak mereka.

Kamu sudah makan? Kamu sudah belajar? Kamu sudah menggosok gigi? Mungkin itulah percakapan 35 detik Anda.

Anak-anak sekarang ini sangat merindukan kesempatan untuk bercengkerama bersama orangtua mereka. Dan banyak orangtua—termasuk saya—telah jatuh dalam perangkap ini: memberi anak-anak kita benda, tetapi tidak memberi mereka cukup waktu.

Amsal 22:6 (TB2) memerintahkan orangtua untuk: “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari jalan itu.”

Anak-anak sekarang ini sangat merindukan kesempatan untuk bercengkerama bersama orangtua mereka. Dan banyak orangtua—termasuk saya—telah jatuh dalam perangkap ini: memberi anak-anak kita benda, tetapi tidak memberi mereka cukup waktu.

Jadi, jika Anda ingin membesarkan anak-anak agar cinta dunia, jangan berikan apa yang sesungguhnya mereka butuhkan, yaitu waktu untuk dihabiskan bersama Anda.

2. Jangan Mendisiplinkan Anak-Anak Anda

Anda bukan saja tidak perlu menghabiskan waktu bersama mereka, tetapi katakan juga kepada diri Anda sendiri: “Mendisiplinkan anak-anak itu sudah kuno. Ketinggalan zaman, terutama kalau hubungan saya dan anak-anak saya sudah telanjur buruk. Saya tidak menghabiskan banyak waktu bersama mereka, jadi saya tidak ingin merusak hubungan kami dengan menghukum mereka. Itu akan membuat semuanya semakin buruk. Lagi pula, anak-anak saya tidak buruk kok. Mereka kelihatan seperti malaikat kecil. Mereka akan tumbuh besar menjadi manusia baik-baik. Saya hanya perlu memberi mereka waktu untuk matang.”

Kita semua sudah mendengar argumen seperti itu sebelumnya. Mungkin kita sendiri bahkan menggunakan argumen tersebut. Namun, apa sih yang Allah perintahkan? Alkitab menyatakan dengan sangat jelas: “Siapa tidak menggunakan tongkat, membenci anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya” (Amsal 13:24, TB2).

Sepanjang Kitab Suci, kita menemukan instruksi yang memerintahkan orangtua untuk mendisiplinkan anak-anak mereka untuk beberapa alasan:

  • Disiplin menjauhkan kebodohan (Amsal 22:15). Meski anak-anak Anda mungkin tampak seperti malaikat yang imut (ingat betapa menggemaskannya pipi mereka) mereka sesungguhnya adalah “monster-monster” lucu—karena secara natur hati mereka jahat. Yeremia 17:9 berkata, “Hati itu licik melebihi segala sesuatu, dan tak terpulihkan.” Kita perlu mendisiplinkan anak-anak kita untuk menyelamatkan mereka dari kebodohan mereka yang berdosa.
  • Disiplin mendatangkan hikmat (Amsal 29:15). Iblis ingin agar kita tidak mendisiplinkan anak-anak kita, supaya mereka tumbuh besar menjadi sifat mereka yang penuh dosa. Ketika saya mendisiplinkan anak-anak saya, saya selalu memberi tahu mereka alasannya. Mereka awalnya mungkin tidak percaya, tapi saya pikir pada akhirnya mereka akan menyadari bahwa meski hukuman yang saya berikan mungkin menyakitkan, hal itu dilakukan untuk menolong mereka bertumbuh dalam hikmat Allah.
  • Disiplin membawa harapan (Amsal 19:18). Jika kita tidak mendisiplinkan anak-anak kita, pada akhirnya mereka akan menghancurkan hidup mereka. Ketika saya berpikir tentang betapa melelahkan atau sulitnya mendisiplinkan anak-anak saya, saya mengingatkan diri sendiri bahwa ini adalah kesempatan saya untuk melakukannya sementara masih ada harapan bagi mereka pada saat mereka masih kecil untuk bertobat dan berubah. “Ayo kita melakukannya demi kebaikan mereka.”
  • Disiplin membawa buah kebenaran (Ibrani 12:11). Disiplin sewaktu diberikan tampaknya tidak mendatangkan sukacita dan bahkan mungkin menyakitkan, tapi pada akhirnya “menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya (ay.11). Karena saya mencintai anak-anak saya, saya ingin mereka bertumbuh dalam kebenaran dan kesalehan. Saya ingin membentuk hati mereka dan mengarahkan mereka kepada Yesus Kristus Juruselamat kita, agar kelak, mereka menghasilkan buah kebenaran yang penuh kedamaian.

3. Jangan Ajari Mereka Injil

Selain tidak pernah menghabiskan waktu bersama anak-anak Anda atau mendisiplinkan mereka, jangan pernah ajari mereka Injil jika Anda ingin mereka menjadi anak-anak yang tidak percaya. Bagaimanapun, itulah gunanya Sekolah Minggu, ya kan? Katakan pada diri Anda untuk fokus saja pada karier Anda dan menyediakan kehidupan material yang lebih baik bagi anak-anak Anda. Urusan lainnya? Itu sih tinggal Anda delegasikan kepada orang lain.

Ada orangtua yang mungkin berpikir seperti ini. Namun, kenyataannya, tanggung jawab untuk mengajarkan Firman Tuhan kepada anak-anak kita ada di tangan orangtua (Bilangan 6:6-7). Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa orang lain tidak dapat mengajar anak-anak kita, tetapi kita tidak dapat melepaskan tanggung jawab ini.

Para ayah, khususnya, bertanggung jawab untuk mendidik anak-anak mereka “di dalam ajaran dan nasihat Tuhan” (Efesus 6:4). Kata Yunani untuk nasihat adalah nouthesia, asal dari kata nouthetic atau konseling. Artinya “menaruh dalam pikiran”. Dengan demikian para ayah bertanggung jawab untuk menaruh ajaran Tuhan dalam pikiran anak-anak mereka.

Jika kita tidak mengajari anak-anak kita tentang siapa Allah, dunia akan mengajarkan segala hal yang bukan Allah kepada mereka. Namun, anak-anak kita membutuhkan injil. Mereka perlu tahu bahwa hukum Taurat menyadarkan kita bahwa kita berdosa dan patut dihukum di hadapan Allah yang Maha Suci (Galatia 3:10-11). Mereka perlu tahu bahwa Putra Allah, Yesus Kristus, telah mati dan menyerahkan diri-Nya sendiri untuk menyelamatkan kita dari dosa-dosa kita (1 Petrus 2:24). Dan mereka perlu tahu tentang rencana penebusan Allah bagi umat manusia yang berdosa—bagi mereka (Roma 1:16-17).

Jika kita tidak mengajari anak-anak kita tentang siapa Allah, dunia akan mengajarkan segala hal yang bukan Allah kepada mereka.

Sebagai orangtua, kita sendiri perlu mengenal Injil dengan baik. Kita perlu belajar Kitab Suci. Kita perlu menghubungkan segala sesuatu dalam hidup kita kepada Allah, agar kita dapat memimpin anak-anak kita kepada Injil dalam setiap kesempatan yang kita miliki. Itulah artinya menjadi orangtua.

4. Terobsesi dengan Kesuksesan Duniawi

Selain tidak menghabiskan waktu bersama mereka, mendisiplinkan mereka, mengajari mereka tentang Injil, ada satu hal yang dapat kita lakukan jika kita ingin menghasilkan anak yang cinta dunia, yang terobsesi dengan kesuksesan duniawi.

Malah sebenarnya, kita harus kecanduan dengan hal ini. Kita mungkin tidak merokok atau memakai narkoba, tapi kita harus menyuntikkan obat dari kesuksesan duniawi ke dalam jiwa kita.

Iblis mungkin berkata begini kepada kita: Kariermu bagus. Kamu harus memberikan lebih banyak waktu untuk menyenangkan hati atasanmu, supaya kamu dipromosikan. Dengan begitu kamu akan menghasilkan lebih banyak uang dan mengangkat kehidupan keluargamu. Keluargamu butuh rumah yang lebih besar, mobil yang lebih bagus, pakaian yang lebih trendi. Semua teman mereka memiliki benda-benda ini, dan kamu tidak ingin mereka minder, ya kan? Jadi, ayo kerja keras dan beri anak-anakmu kehidupan yang baik.

Ketika orangtua mempercayai kebohongan-kebohongan iblis, mereka akan menjual diri mereka kepada karier mereka dan mengorbankan keluarga mereka.

Tanpa sadar, mereka mengajari anak-anak mereka kebohongan dari kesuksesan duniawi ini: mereka menuntut agar anak-anak mereka belajar dengan giat agar mendapatkan nilai yang bagus, masuk sekolah yang bagus, memperoleh pekerjaan yang bagus, mencetak banyak uang, dan menikmati kehidupan yang bagus.

Ketika orangtua mempercayai kebohongan-kebohongan iblis, mereka akan menjual diri mereka kepada karier mereka dan mengorbankan keluarga mereka.

Oleh karena itu mereka pun dibesarkan menjadi anak-anak yang cerdas, berpendidikan, sukses dan cinta dunia. Anak-anak ini mungkin tampak kristiani saat ke gereja: mereka tahu apa yang harus dikenakan, bagaimana menyanyikan lagu pujian, dan ayat mana yang perlu dikutip. Namun, hati mereka sesungguhnya jauh dari Allah. Mengapa?

Karena mereka hanya datang ke gereja sekali seminggu. Sisanya, mereka menghabiskan waktu dengan berenang di antara hiu-hiu dunia. Seluruh pola pikir mereka terfokus pada kesuksesan duniawi.

Dengan Pertolongan Allah

Meski artikel ini mengambil pendekatan sarkastis, saya berharap dapat menyoroti empat kebohongan ini sehingga kita bisa berhati-hati untuk tidak terjatuh ke dalam perangkap-perangkap iblis.

Susannah Wesley, ibu dari John dan Charles Wesley, pemimpin gerakan Methodis dari Inggris, pernah berkata:

“Orangtua yang belajar untuk menundukkan kehendak dalam diri anaknya, akan bekerja sama dengan Allah dalam memperbaharui dan menyelamatkan jiwa anaknya. Sebaliknya, orangtua yang memanjakan anaknya akan mengerjakan pekerjaan iblis, membuat agama tidak dapat dipraktikkan, keselamatan tidak dapat dicapai, dan melakukan segala sesuatu dalam kemampuannya untuk mengutuk anaknya, jiwa dan tubuhnya untuk selamanya.”

Kita melakukan apa yang Allah inginkan, ketika kita berusaha untuk menundukkan kehendak mereka, dan menyelaraskannya dengan kehendak-Nya.

Kita ikut berbagian dalam pekerjaan iblis apabila kita menuruti kemauan anak-anak kita. Namun, kita melakukan apa yang Allah inginkan, ketika kita berusaha untuk menundukkan kehendak mereka, dan menyelaraskannya dengan kehendak-Nya. Dan kita dapat melakukannya dengan cara meluangkan waktu bersama anak-anak kita, mendisiplinkan mereka, mengajarkan Injil kepada mereka, dan hidup bagi Kristus serta berupaya untuk menjadi serupa dengan Kristus dalam segala hal yang kita pikirkan, lakukan, dan ucapkan.

Sewaktu kita bersungguh-sungguh berupaya melakukannya, kita mungkin dikuatkan oleh kata-kata berikut dari Kevin DeYoung, seorang teolog dan ayah empat anak:

“Semakin lama saya menjadi orangtua, semakin saya ingin fokus melakukan beberapa hal dengan baik, dan tidak terlalu bersemangat dengan hal lainnya. Saya ingin menghabiskan waktu bersama anak-anak saya, mengajari mereka Alkitab, mengajak mereka ke gereja, tertawa bersama mereka, menangis bersama mereka, mendisiplinkan mereka saat mereka tidak taat, meminta maaf saat saya melakukan kesalahan, dan berdoa dengan sepenuh hati. Saya ingin mereka melihat ke belakang dan berpikir, ‘Aku tidak yakin apa yang orangtuaku lakukan atau apakah mereka tahu apa yang mereka lakukan. Namun, aku selalu tahu orangtuaku mengasihiku dan aku tahu mereka mengasihi Yesus.’”

Mungkin, membesarkan anak-anak yang cinta Tuhan sesungguhnya tidak rumit sama sekali.

Artikel ini diadaptasi dari khotbah Jason Lim dan ditayangkan dalam website Biblical Wisdom for Parenting, dengan judul “How to Raise Pagan Kids” (digunakan dengan izin).

Penerjemah: Rosi Simamora

Penyelaras Bahasa: Marlia Kusuma Dewi

Yuk, berjalan berdampingan untuk

Menjadi Orangtua Sebaik yang Kita Bisa.

Kami akan menampilkan artikel, kesaksian, dan tips-tips parenting setiap minggunya.

Klik untuk SUBSCRIBE