Sebagai seorang ayah, mungkin kita tidak menghabiskan waktu dengan anak-anak kita sesering yang kita inginkan. Atau mungkin, ada dari kita yang tidak tahu bagaimana caranya menjadi sosok ayah bagi mereka. Seorang pendeta sekaligus konselor mencoba membagikan pengalamannya.
Hai Para Ayah,
Berapa banyak waktu yang Anda habiskan bersama anak-anak Anda setiap harinya? Apa yang anak-anak Anda lihat telah Anda lakukan atau ucapkan saat sedang bersama mereka?
Sebuah studi yang dilakukan di dua belas negara mendapati bahwa para ayah zaman now menghabiskan waktu kurang dari satu jam bersama anak-anak mereka setiap harinya. Di Thailand, para ayah hanya menghabiskan waktu sekitar dua belas menit, sementara di Hong Kong hanya enam menit.
Saya menduga para ayah zaman now di Indonesia mungkin juga menghabiskan waktu yang sama bersama anak-anak mereka, seperti ayah-ayah di wilayah Asia lainnya.
Mengapa Anak Anda Membutuhkan Ayahnya?
Kita semua tahu tentang riset mengenai dampak yang ditimbulkan para ayah pada diri anak-anak mereka. Ketika para ayah absen secara fisik, hasil studi menunjukkan bahwa anak-anak mereka kemungkinan besar akan terlibat dalam kenakalan remaja seperti merokok, mabuk, memakai narkoba, mencuri, pornografi, dan seks bebas.
Seperti apa anak-anak kita nantinya, itu sangat bergantung pada keterlibatan kita sebagai ayah dalam kehidupan mereka.
Di sisi lain, ada banyak manfaat psiko-emosional yang diperoleh ketika ayah lebih sering terlibat. Dalam bukunya Parenting Together, pengarang dan peneliti Diane Ehrensaft mengatakan ada tujuh manfaat yang bisa didapatkan anak-anak ketika ayah mereka lebih sering terlibat. Anak-anak memiliki kepercayaan diri yang lebih besar sehingga dapat berkembang dengan baik; memiliki kemampuan menilai yang lebih baik untuk mengetahui siapa yang paling mampu memenuhi kebutuhan mereka; dan kreativitas yang lebih besar serta pengembangan moral.
Apa Kata Alkitab Tentang Peran Ayah?
Selain manfaat-manfaat yang memampukan anak-anak kita untuk bertumbuh lebih sehat, dasar untuk keterlibatan para ayah datang dari perintah yang dikatakan Alkitab.
Dalam Alkitab, kita melihat peran ayah sebagai kepala dan pemimpin keluarga. Sejak kitab Kejadian, Allah telah memilih Abraham untuk peran ini: “Sebab Aku telah memilih dia, supaya diperintahkannya kepada anak-anaknya dan kepada keturunannya supaya tetap hidup menurut jalan yang ditunjukkan TUHAN, dengan melakukan kebenaran dan keadilan, dan supaya TUHAN memenuhi kepada Abraham apa yang dijanjikan-Nya kepadanya” (Kejadian 18:19).
Allah telah memilih Abraham, sang ayah, untuk mengemban tanggung jawab memimpin keluarganya dalam mematuhi jalan-jalan Tuhan. Dengan demikian, keturunannya akan menjadi berkat bagi dunia, dan janji Tuhan yang terdapat dalam ayat 18 digenapi bagi Abraham.
Selain itu, dalam lingkungan patriarkal, perintah-perintah Tuhan sering ditujukan kepada laki-laki terlebih dahulu. Mereka diberi tanggung jawab utama untuk memberikan pengajaran dan pendidikan rohani. Di kitab Ulangan, berkaitan dengan mengasuh anak, Tuhan menginstruksikan para ayah: “Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun, dan haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu”. (Ulangan 6:6-9).
Demikian pula, sebagian besar kitab Amsal pada dasarnya adalah tentang seorang ayah yang berbicara dengan putranya. Sang ayah memberikan hikmat dan mengajar putranya tentang berbagai masalah kehidupan. Contohnya, dalam Amsal 4 penulis menasihati anak-anaknya untuk mendengarkan pengajarannya tentang hidup benar di mata Tuhan–yang ia pelajari dari ayahnya (ayat 1-2). Juga di ayat 3-4 ia mengatakan pengalamannya sebagai anak: “Karena ketika aku masih tinggal di rumah ayahku sebagai anak, lemah dan sebagai anak tunggal bagi ibuku, aku diajari ayahku, katanya kepadaku: “Biarlah hatimu memegang perkataanku; berpeganglah pada petunjuk-petunjukku maka engkau akan hidup.”
Dalam masyarakat yang cenderung menjauhkan kita dari hubungan manusia yang paling penting, saya yakin jika keluarga ingin bertahan, maka para ayah khususnya, perlu mengarahkan hati mereka kepada rumah tangganya.
Menarik untuk diperhatikan bahwa dalam ayat terakhir dari pasal terakhir dari kitab terakhir Perjanjian Lama, Maleakhi 4:6, berkata: “[Allah] akan membuat hati bapa-bapa berbalik kepada anak-anaknya dan hati anak-anak kepada bapa-bapanya.”
Mengapa Banyak Ayah Tidak Tahu Bagaimana Menjadi Seorang Ayah?
Tentu saja, semua ini tidak mudah untuk dipraktikkan. Dan sayangnya, banyak ayah zaman now yang tidak tahu bagaimana caranya menjadi seorang ayah yang baik.
Mungkin itu berawal karena kita tidak mempunyai pengalaman yang baik dengan ayah kita sendiri. Faktanya, banyak dari kita mungkin tidak mempunyai figur ayah yang menjadi teladan kita. Ayah saya tidak pedulian dan tidak komunikatif. Ayah Anda mungkin seperti itu, bahkan beberapa mungkin lebih buruk—kasar dan bermusuhan, atau agresif dan suka memukul.
Banyak dari kita juga bergumul dengan ekspektasi bahwa kita harus menjadi pencari nafkah utama bagi keluarga. Ekspektasi seperti ini bisa memburuk terutama saat pandemi yang baru berlalu, di mana banyak ayah harus bekerja ekstra keras demi mempertahankan pekerjaan atau menjaga bisnis tetap berjalan. Setiap kali kita pulang ke rumah, kita sudah lelah secara fisik dan emosi, sehingga tidak tersisa lagi tenaga, kreativitas, kesabaran, dan kelemahlembutan yang dibutuhkan untuk membangun relasi yang berarti dan mendalam dengan pasangan dan anak-anak.
Oleh karenanya, istri kita harus mengambil bagian dalam mengasuh anak-anak kita. Beberapa dari kita mungkin juga sulit untuk terhubung secara emosional dengan anak-anak kita; laki-laki umumnya tidak terlalu terikat dengan perasaannya sendiri–apalagi dengan perasaan orang lain, termasuk perasaan anggota keluarga kita sendiri.
Walaupun kita mungkin tahu mengapa kita perlu menjadi ayah yang baik bagi anak-anak kita, beberapa dari kita mungkin juga bertanya-tanya: “Apa yang harus saya lakukan sebagai seorang ayah? Bagaimana saya bisa menjadi ayah terbaik bagi anak-anak saya?”
Pertanyaan-pertanyaan ini membawa kita pada inti dan seni menjadi ayah. Untuk memahaminya lebih jauh, baca lebih lanjut dalam artikel berikutnya: Bagaimana Menjadi Ayah Idaman?
Artikel ini pertama kali diterbitkan di Biblical Wisdom for Parents © Our Daily Bread Ministries dengan judul Dads How Much Time Do You Spend With Your Kids
Penerjemah : Yustini Soepardi
Penyelaras bahasa : Rosi Simamora
Yuk berjalan berdampingan untuk
Kami akan menampilkan artikel, kesaksian, dan tips-tips parenting setiap minggunya.