Peran seorang ayah sulit untuk dirumuskan. Ini karena kita semua berbeda, baik dalam hal kemampuan, kepribadian, dan ketersediaan waktu, juga kepribadian, minat, serta tahap perkembangan anak-anak kita.

Tentu saja, beberapa hal mungkin sama, seperti mengadakan ibadah keluarga secara rutin, membawa anak-anak ke taman bermain, dan mengajari mereka keterampilan hidup seperti bersepeda. (Saya pribadi menganggap liburan keluarga tahunan juga asyik!)

Namun, yang lebih penting daripada “apa makna seorang ayah”, adalah “bagaimana caranya menjadi ayah idaman”. Prinsip-prinsip Alkitab menerangkan hal ini dengan jelas, seperti pada Efesus 6:4: “Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.”

Dalam terjemahan bahasa yang diperbaharui, dituliskan: “Jangan mendorong anak-anakmu pada kebencian.”

Dalam Kolose 3:21, Paulus mengulang ajaran ini dengan cara yang sedikit berbeda: “Hai bapa-bapa, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya.”

Dalam kedua ayat tersebut, seruan Paulus kepada para ayah ini dinyatakan dalam nada yang terkesan negatif. Mungkin sang rasul mengerti, kita ini cenderung tidak sabar! Contohnya, betapa seringnya kita meninggikan suara atau mengangkat tangan hendak memukul anak-anak kita saat berupaya mendisiplinkan mereka.

Sayang sekali kita cenderung hanya berfokus pada kesalahan anak-anak kita, dan bukannya mendukung serta menyemangati mereka. Pendekatan-pendekatan negatif seperti ini akhirnya menimbulkan kekesalan, kepahitan, dan kebencian.

Pemuridan yang Lembut dan Penuh Kasih

Namun, Paulus tidak puas dengan nasihat yang bernada negatif agar para ayah tidak memprovokasi anak-anak mereka untuk marah. Pada paruh kedua Efesus 6:4, ia melengkapinya dengan nasihat bernada positif: “tetapi besarkanlah mereka dengan didikan dan nasihat yang sesuai dengan ajaran Tuhan.”

Istilah “besarkanlah” berarti “memelihara atau memberi makan”, seperti yang kita lakukan untuk tubuh kita. Seorang reformis besar, John Calvin, menerjemahkan ini sebagai “biarkanlah mereka disayang”, sedangkan seorang komentator Puritan, William Hendriksen, menyebutnya sebagai “didiklah mereka dengan lembut”.

Inilah pemahaman—berabad-abad sebelum ilmu psikologi modern muncul—yang menekankan pentingnya sikap ayah yang lemah lembut dan penuh kasih terhadap anak-anaknya selagi mereka bertumbuh dewasa.

Lalu, bagaimana seharusnya kita mengasuh atau membesarkan anak-anak kita? Paulus berkata, “dengan disiplin dan petunjuk Tuhan.” Petunjuk tersebut mengacu terutama pada pendidikan verbal, seperti berbicara, mengajar, memperingatkan, penalaran, dan persuasi.

Di sisi lain, kata “disiplin”, yang darinya kita memperoleh kata “murid” atau disciple, berarti melatih sikap dan perilaku yang benar. Dalam konteks sebagai pengikut Kristus, seorang murid pada hakikatnya adalah orang yang belajar dari, meneladan, dan mengikut Yesus, baik ajaran-ajaran-Nya maupun jalan hidup-Nya.

Saya tidak dapat menemukan deskripsi atau definisi yang lebih baik daripada ini. Ini membawa kita kepada inti dari menjadi seorang ayah (dan parenting), yakni memuridkan dengan cara-cara Allah.

Dengan demikian, pertanyaannya adalah: Berapa banyak waktu yang kita habiskan bersama anak-anak kita, agar kita dapat memuridkan mereka dalam firman dan cara-cara Kristus?

Bagaimana anak-anak kita belajar dari, meniru, dan mengikuti kita, sebagaimana kita mengikut Kristus? Bagaimana kehidupan dan karakter anak-anak kita dibentuk menjadi kehidupan yang menyerupai Kristus, sementara kita berusaha untuk “membesarkan mereka dengan didikan dan nasihat yang sesuai dengan ajaran Tuhan” (Efesus 6:4).

Paul Tournier, seorang psikiater Kristen dan salah satu penulis favorit saya, berkata: “Waktu yang diberikan seorang ibu, atau terlebih lagi seorang ayah, kepada anak-anak mereka … jalan-jalan yang ia lakukan bersama mereka, penjelasan yang ia berikan tentang alam, tentang kehidupannya sendiri, keyakinannya, semua ini adalah hadiah tak ternilai yang akan dikenang selamanya sebagai kenangan paling indah dari masa kanak-kanak mereka.”

Wahai, Ayah, Tuhan telah memilih Anda—bukan seorang pendidik, bukan seorang guru sekolah minggu—untuk membesarkan anak-anak Anda dalam cara-Nya. Ini berarti Anda harus menyediakan waktu untuk dihabiskan bersama mereka, bercengkerama dengan mereka dalam kasih dan kelemahlembutan, dan memuridkan mereka dengan memberi teladan bagaimana Anda menjalani kehidupan dan berbicara, sehingga mata mereka terpaut kepada Kristus.

Artikel ini pertama kali diterbitkan di Biblical Wisdom for Parents © Our Daily Bread Ministries dengan judul Dads How Much Time Do You Spend With Your Kids

Penerjemah : Yustini Soepardi

Penyelaras bahasa : Rosi Simamora

Yuk berjalan berdampingan untuk

Menjadi Orangtua Sebaik yang Kita Bisa.

Kami akan menampilkan artikel, kesaksian, dan tips-tips parenting setiap minggunya.

Klik untuk SUBSCRIBE