Belakangan ini, banyak gereja, hamba Tuhan, bahkan lembaga Kristen membahas tentang anak-anak muda yang “lari” dari gereja. Mereka kehilangan minat mengikuti kegiatan maupun komunitas gereja lokal, menganggap ibadah hanya rutinitas yang membosankan dan sia-sia. Bagi mereka, ada banyak hal lain di luar gereja yang jauh lebih menarik.

Sebagai orangtua dari anak-anak yang memasuki usia young adult, kekhawatiran akan hal ini tentu saja tak luput dari pikiran saya. Bagaimana bila suatu hari anak-anak saya sendiri juga jenuh dan tidak mau lagi ke gereja?

Penting bagi orangtua Kristen untuk memupuk dan menumbuhkan pengenalan akan Tuhan sedari dini kepada anak-anak kita. Ini juga yang terus saya usahakan dalam keluarga saya. Sebagai anak-anak yang terlahir dalam keluarga Kristen, secara otomatis pengenalan akan atmosfer gereja telah dialami dan dikecap sejak mereka kecil. Anak-anak begitu senang bila diajak ke sekolah minggu. Di sana mereka dapat bermain, bernyanyi, mendengarkan kakak-kakak sekolah minggu menceritakan kisah Alkitab dengan cara menyenangkan, mendapat reward bila bisa menjawab kuis-kuis dengan benar, belum lagi mendapat snack sebelum pulang.

Semua sepertinya baik-baik saja, bukan? Namun, sebersit pertanyaan menyeruak dalam benak saya: Apakah semua ini cukup untuk menumbuhkan pengenalan anak-anak saya akan Tuhan? Apakah dengan anak-anak kita rajin ke sekolah minggu dapat menjamin atau memastikan mereka akan terus bertumbuh dan berdiri teguh dalam iman mereka?

Sejak awal menjadi orangtua, saya belajar bahwa urusan mendidik anak tidak dapat diserahkan sepenuhnya kepada sekolah, dan urusan pertumbuhan rohani mereka juga tidak dapat sepenuhnya diserahkan kepada guru sekolah minggu. Mengapa demikian? Karena ketika Tuhan mempercayakan anak-anak tersebut kepada kita, maka kita telah diberi otoritas untuk mendidik anak-anak sesuai dengan jalan-jalan-Nya. Itulah sebabnya membangun kebiasaan untuk beribadah bersama setiap hari Minggu menjadi kegiatan yang kami sekeluarga lakukan sejak anak-anak masih kecil.

Masih hangat dalam ingatan, bagaimana setiap hari Minggu pagi saya akan membangunkan anak-anak. Tentu saja ketika anak-anak masih kecil, terkadang sulit membangunkan mereka. Malah kadang-kadang kami meninggalkan mereka di rumah, karena mereka rewel dan menolak untuk pergi ke sekolah minggu. Di rumah pun kami meluangkan waktu untuk berdoa bersama, disertai membacakan buku-buku cerita Alkitab. Semua ini masih sangat relevan semasa mereka kanak-kanak, dan sangat dinikmati sebelum mereka menginjak masa remaja.

Pada usia remaja, segalanya mulai berubah. Anak-anak sudah mulai bisa menentukan pilihan sendiri, dan mendapat pengaruh dari lingkungan serta pertemanan mereka. Nilai-nilai kekristenan dan kebiasaan beribadah yang sudah kami tanamkan sejak mereka kecil perlahan-lahan mulai tergeser oleh hal-hal lain seperti hang out dengan teman-teman atau kegiatan bermedia sosial yang mereka anggap lebih menarik. Kegiatan berdoa bersama dan sharing firman Tuhan mulai enggan mereka lakukan. “Ah, Ma, kami kan bukan anak kecil lagi … Kami sudah bisa berdoa sendiri.” Atau, “Aduh, Ma, lagi nggak bisa ke gereja nih, diajak teman-teman main game online,” atau mungkin, “Ma, ibadahnya di-skip dulu ya, ada grup Kpop kesayangan come back di Youtube dan aku nggak mau ketinggalan.” Seribu satu alasan datang silih berganti, yang sukses membuat si Mama mengurut dada dan berpikir, ke manakah gerangan si anak manis yang dulunya senang sekali diajak ke sekolah minggu itu?

Ya, tentu saja kita memiliki hak untuk memaksa mereka. Namun, bila kita paksakan, mereka akan berangkat beribadah dengan muka cemberut. Lagi pula, apakah ini solusinya? Lalu apa yang dapat kita lakukan selaku orangtua?

Mendoakan perjumpaan pribadi masing-masing anak kita dengan Tuhan

Salah satu kekhawatiran terbesar orangtua Kristen adalah, apakah kita dapat memuridkan anak-anak kita sehingga mereka sendiri mau menjadi murid Kristus? Kita tentunya tahu, lahir dalam keluarga Kristen, tidak otomatis berarti anak-anak kita mengalami kelahiran baru dalam Yesus. Mereka membutuhkan perjumpaan pribadi dengan Tuhan sebagai Allah Pencipta mereka, dan tanpa adanya perjumpaan tersebut maka semua yang kita, orangtua, upayakan akan sia-sia, karena mereka tidak memiliki fondasi iman yang tepat.

Memang pengalaman keselamatan atau lahir baru ini semata-mata hanya karena anugerah dan pekerjaan Roh Kudus dalam kehidupan setiap kita orang percaya. Namun sebagai orangtua, sebaiknya kita tidak lalai untuk terus mendoakan hal ini sambil tidak putus-putusnya mengarahkan anak-anak kita untuk mengalami perjumpaan pribadi dengan Kristus.

Lalu apakah semua selesai sampai di situ? Tentu tidak. Tugas berikutnya adalah memperlengkapi anak-anak kita agar mereka dapat memelihara relasi pribadi mereka dengan Tuhan dan menumbuhkan hubungan yang sehat dengan orang lain. Selain itu, kita juga perlu mendoakan agar mereka terus memiliki hati yang lapar dan haus untuk mengenal Tuhan sebagai Pribadi yang hidup dan menyelamatkan. Selaku satu unit keluarga, kita bisa saling mengingatkan pentingnya memiliki hubungan pribadi dengan Tuhan sehari-harinya lewat saat teduh, dan juga pentingnya memiliki suatu komunitas di mana mereka bisa bertumbuh dan melayani bersama.

Menjadi teladan meski tidak sempurna

Sebagaimana tidak ada satu pun manusia yang sempurna, demikian pula tidak ada orangtua yang sempurna di dunia ini. Namun, kita dapat berkomitmen untuk menjadikan hidup kita sebagai contoh dan teladan iman yang baik bagi anak-anak. Di rumah mereka dapat melihat bagaimana kita mengandalkan Tuhan melalui doa-doa kita ketika menghadapi persoalan hidup sehari-hari, bagaimana kita tetap bersyukur ketika doa-doa belum dijawab oleh Tuhan, atau saat doa kita dijawab tidak sesuai dengan keinginan kita. Mereka juga dapat melihat bagaimana kita saling menguatkan dan mendorong satu sama lain, saling mengampuni ketika ada anggota keluarga yang berbuat salah, dan masih banyak lagi tindakan atau respons iman lewat kehidupan sehari-hari yang dapat kita bagikan kepada mereka.

Adalah wajar bahwa seiring dengan bertambah dewasanya anak-anak kita, ajakan maupun bujukan kita yang semula efektif saat mereka masih kanak-kanak, tidak lagi mempan. Di sinilah kita bisa terus memelihara komunikasi dua arah yang sehat dengan anak-anak kita. Komunikasi yang sehat dapat membuat anak-anak merasa aman dan diterima sehingga mereka dapat terbuka membicarakan isi hati dan pikiran mereka. Bahkan kesalahan yang terpendam sekalipun dapat mereka utarakan tanpa khawatir akan kena badai omelan atau ceramah dari orangtuanya.

Ya, semua ini tentu tidak dapat berhasil secara instan, dibutuhkan investasi waktu dan upaya, dan itulah harga yang harus dibayar. Bahkan ketika saya sudah sampai di titik ini pun, kekhawatiran dan kewaspadaan saya akan pertumbuhan dan perjalanan iman anak-anak saya tidak lenyap begitu saja. Tidak ada jaminan seratus persen bahwa perjalanan iman mereka akan baik-baik saja. Namun, di sini pun Tuhan kembali mengingatkan bahwa bagian saya adalah terus giat menanamkan hal-hal yang baik dalam kehidupan mereka, dan Tuhan akan melakukan bagian-Nya sehingga semua bisa sampai pada kesempurnaan.

Sebagaimana Tuhan sendiri telah menumbuhkan iman saya melalui berbagai musim kehidupan dan persoalan yang diizinkan-Nya, maka saya pun harus belajar melepaskan pertumbuhan iman anak-anak saya ke dalam tangan Tuhan. Dialah, yang akan memberikan pertumbuhan sesuai dengan cara, rencana, dan waktu-Nya sendiri. Bagian saya sebagai orangtua adalah menabur dan menanam, Tuhan-lah yang akan menumbuhkan. Seperti pernah ditulis oleh salah seorang penulis Our Daily Bread Ministries, Xochitl E. Dixon, “Kita mudah sekali lupa bahwa pemuridan adalah proses seumur hidup. Sebagai orangtua, kita tidak boleh berhenti menanam, memupuk, dan menyiram benih kebenaran dalam diri anak-anak kita, sambil tetap mempercayakan Allah untuk menghasilkan buah Roh dalam kehidupan mereka.”

Mari semua orangtua, kita berjalan berdampingan untuk membawa anak-anak kita terus menetap dalam iman mereka kepada Tuhan. Kita bisa berkeyakinan penuh bahwa Tuhan adalah Tuhan yang setia bagi setiap orang yang selalu berharap pada-Nya.

Baca juga artikel terkait:

Jurus Jitu Ngobrol Bareng Remaja

JURUS JITU NGOBROL BARENG REMAJA

BACA DI SINI

Yuk berjalan berdampingan untuk

Menjadi Orangtua Sebaik yang Kita Bisa.

Kami akan menampilkan artikel, kesaksian, dan tips-tips parenting setiap minggunya.

Klik untuk SUBSCRIBE