Bagi manusia, pernikahan memiliki arti berbeda-beda, tergantung bagaimana ia memaknainya. Bagi mereka yang sudah lama mencari jodoh tetapi belum juga menemukannya, pernikahan sering kali jadi momok. Bagi mereka yang menganggap pernikahan sebagai sebuah pencapaian, maka tentu berbeda lagi maknanya. Namun, apa pun perbedaan tersebut, tentunya wajar apabila kedua mempelai memasuki kehidupan pernikahan dengan harapan akan bahagia. Bahkan, tidak sedikit yang mengira bahwa pernikahan mereka pasti akan happy ending, bahagia selama-lamanya seperti dalam film-film romantis.

Sayangnya, harapan yang demikian sering kali mendatangkan kekecewaan. Lalu bagaimana kita dapat menyembuhkan “luka-luka” dalam sebuah pernikahan yang dibangun berdasarkan ekspektasi yang demikian?

Setiap pernikahan dapat menjadi pernikahan Kristen atau pernikahan berhala. Bahkan sepasang orang Kristen yang menikah pun dapat menjadi “penyembah berhala” tanpa menyadarinya.

Satu hal yang membedakan pernikahan Kristen dan pernikahan berhala terletak pada motivasi di baliknya, yaitu keinginan untuk memberi dan bukan menuntut, menikmati dan bukan memanfaatkan, berbagi dan bukan memanipulasi. Dengan kata lain, perbedaannya terletak pada rasa syukur yang tulus dan bukan keegoisan yang tidak disadari.

Setiap pernikahan dapat menjadi pernikahan Kristen atau pernikahan berhala. Bahkan sepasang orang Kristen yang menikah pun dapat menjadi “penyembah berhala” tanpa menyadarinya.

Kita boleh bersyukur karena setiap pernikahan yang terluka oleh harapan yang tidak realistis dapat disembuhkan melalui kasih karunia Allah yang dapat membangun kepekaan pada diri pasangan. Setiap pernikahan dapat menjadi alat kemuliaan bagi Kristus dan penyemangat bagi suami dan istri.

Berikut adalah dua hikmat Alkitab yang menawarkan harapan baru bagi setiap pernikahan:

Hak Istimewa Pernikahan—menjadi satu daging.

“Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging” (Kejadian 2:24).

Itu adalah definisi pernikahan menurut Alkitab, sejak dari Taman Eden. “Satu daging” yaitu satu laki-laki dan satu perempuan, berjalan bergandengan tangan sepanjang kehidupan mereka di dunia ini, saling berbagi dalam satu persatuan yang menyeluruh dan penuh kebersamaan. Tidak ada hubungan lain yang seperti ini. Persahabatan yang sehat memiliki batasan, tetapi pernikahan membawa seorang laki-laki dan seorang perempuan bersama-sama dalam kerentanan total tanpa merasa malu (Kejadian 2:25).

Saya ingin kita melihat hak istimewa yang mulia dari pernikahan—pernikahan Anda. Ketika Allah mengusir kita dari taman setelah Adam jatuh dalam dosa, Dia tidak mengambil kembali karunia pernikahan-Nya. Dia membiarkan kita tetap menikmati karunia tersebut. Dan meski waktu sudah berlalu cukup lama sejak taman Eden, pernikahan kita hari ini pun bukan merupakan pengulangan dari pernikahan-pernikahan sebelumnya. Pernikahan kita adalah juga pernikahan yang sangat baik. Yesus memandang pernikahan kita yang tidak sempurna sebagai sesuatu yang kudus dan setingkat dengan pernikahan sempurna dari Adam dan Hawa (Matius 19:3-6).

Pernikahan membawa seorang laki-laki dan seorang perempuan bersama-sama dalam kerentanan total tanpa merasa malu.

Jadi, pernikahan Anda adalah bagian kecil dari taman Eden. Di dalam lingkaran persatuan satu daging Anda, di mana hanya Anda dan pasangan Anda yang sepenuhnya berhak ada di sana, Allah menginginkan Anda untuk mengembangkan pos pribadi Anda dari Eden, menjadi sesuatu yang indah dan bernilai Kristen di dunia saat ini.

Namun, bagaimana kita dapat melakukannya, terutama dalam jangka panjang selama tahun demi tahun kehidupan kita di dunia ini? Pertanyaan ini membawa kita kepada hak istimewa kedua.

Hak Istimewa Pernikahan—kekuatan Kristus.

“Di dalam Dia ada hidup, dan hidup itu adalah terang manusia” (Yohanes 1:4).

Hidup tidak ada di dalam Anda. Hidup tidak ada di dalam diri pasangan Anda. Hidup yang kita semua rindukan hanya ada di dalam Kristus.

Jika kita percaya bahwa Kristus adalah hidup kita, jika kita membuka diri, pernikahan kita akan mengalami perubahan. Kita tidak akan mencintai pasangan terlalu besar—sebenarnya, bukannya kita terlalu besar mencintai pasangan, tetapi lebih bahwa kita mencintai pasangan dengan cara yang keliru, yaitu menjadikan mereka berhala kita—dan kita akan mulai mengasihi Kristus lebih dalam lagi. Saat itu terjadi, sesungguhnya kita mulai mencintai pasangan kita dengan lebih baik lagi.

Di dalam Kristus, kita tidak lagi kehilangan banyak hal, namun memperoleh kemenangan atas segala hal.

Hidup-Nya adalah terang kita, menerangi keberadaan kita yang suram. Hidup-Nya bukan hanya lonjakan daya listrik biasa; hidup-Nya membangkitkan kita pada tujuan, harapan, dan kebijaksanaan. Di dalam Kristus, kita tidak lagi kehilangan banyak hal, namun memperoleh kemenangan atas segala hal. Di dalam Kristus, kita berhenti menjadi begitu bodoh dan mulai tumbuh dalam kesadaran. Inilah Kristus, dan inilah yang Dia lakukan.

Kasih Allah Dinyatakan Lewat Kasih Pasangan Kita

Alasan mengapa pasangan Anda bukanlah hidup dan terang Anda, adalah karena ia memang tidak dapat menjadi sumber hidup dan sumber terang. Orang “luar biasa” yang Anda nikahi itu, hanya dapat menjadi yang sekunder, tidak sempurna, tidak mandiri, dan tidak abadi—seperti juga Anda.

Hanya Kristus, hanya Dia-lah yang menjadi yang utama, asli, bebas, penuh kuasa, dan tidak surut dalam semangat—tidak seperti Anda berdua. Saat dua orang berdosa melangkah memasuki lingkaran persatuan satu daging dan membentuk persatuan yang lebih dalam dengan Kristus, mereka akan menjadi lebih santai menghadapi diri sendiri dan satu sama lain. Mereka jadi berbahagia mengenai Kristus, dan Eden pun dapat muncul kembali di dunia sekarang ini—dan inilah yang disebut pernikahan Kristen.

Mata saya terbuka saat menyadari hal ini. Ketika saya memeluk istri tercinta saya, kasih yang saya rasakan darinya bukan hanya berasal dari dirinya. Kasih itu juga adalah kasih Tuhan yang diungkapkan melalui dirinya. Fakta bahwa kasih Allah turun kepada saya melalui diri istri saya tidak membuat kasih itu berhenti menjadi kasih ilahi. Ini masih kasih Tuhan—yang menjadikan istri saya semakin mengagumkan di mata saya.

Kasih istri adalah anugerah dari kehidupan Kristus, dan kehidupan Kristus adalah terang yang membanjiri setiap momen dengan makna yang takkan pernah saya mengerti apabila pengalaman tersebut terbatas dan didefinisikan oleh manusia saja. Menyadari hal ini, saya tergerak untuk bersyukur atas istri saya dan menyembah Allah, dan saya menemukan diri saya berada di tanah suci—Eden hari ini.

Prioritas Utama

Saat kita memandang kepada-Nya, Kristus bukan hanya akan menjadikan sebuah pernikahan sepenuhnya Kristen, tetapi Dia juga melindungi pernikahan dari insting dan dorongan untuk menjadikannya sebuah pernikahan berhala.

Saat saya mengingat bahwa hanya Kristus yang memberikan hidup dan terang bagi saya dan istri, maka saya tidak perlu mengharapkan istri saya menjadi lebih daripada yang mampu ia lakukan. Saya dapat menerima hidup kami bersama sebagai mukjizat yang mulia, dan kagum betapa Kristus hadir menyertai kami. Justru dalam ketidaksempurnaan kamilah, Dia hadir dengan penuh makna.

Sebuah pernikahan tidak lantas menjadi pernikahan Kristen hanya karena dua orang Kristen menikah. Sebuah pernikahan jadi sungguh-sungguh Kristen saat dua orang Kristen terus memandang kepada Kristus untuk segala dan setiap kebutuhan mereka. Ini bukanlah tips praktis, meski saya kira bisa saja dianggap begitu—seperti sepasang roda kecil yang dipakai saat anak-anak belajar mengemudikan sepeda roda dua. Namun, yang lebih penting, ini adalah masalah bagaimana kita melihat Dia, dengan mata iman, saat suami-istri melangkah bersama hari lepas hari. Ini adalah masalah bersukacita karena Dia hadir bersama Anda, Dia membagikan hidup-Nya dengan Anda, terang-Nya mengusir kegelapan dari lingkaran suci yang telah dianugerahkan-Nya kepada Anda berdua.

Saya akan membiarkan C.S. Lewis mengakhiri tulisan ini: “Ketika saya telah belajar untuk lebih mengasihi Allah daripada kekasih saya di dunia ini, saya akan mencintai kekasih saya di dunia ini dengan lebih baik daripada sekarang … Ketika kita mendahulukan hal-hal yang paling penting, maka hal-hal yang kurang penting bukannya tergerus melainkan akan semakin ditambahkan.”

Artikel ini pertama kali diterbitkan di website Desiring God, dengan judul https://www.desiringgod.org/articles/stop-loving-your-spouse-too-much (15 Juni 2019).

Penerjemah: Marlia Kusuma Dewi

Penyelaras Bahasa: Rosi Simamora

Yuk berjalan berdampingan untuk
Menjadi Orangtua Sebaik yang Kita Bisa.
Kami akan menampilkan artikel, kesaksian, dan tips-tips parenting setiap minggunya.

Klik untuk SUBSCRIBE