Isu mental health sering menghinggapi anak-anak zaman sekarang. Bahkan berita-berita tentang anak yang bunuh diri sudah menjadi makanan sehari-hari, dan belakangan usia anak yang melakukan bunuh diri ini pun semakin muda. Anak-anak kita menjadi rapuh, tidak punya semangat belajar, memakai narkoba, kecanduan online games, sulit bersosialisasi, bahkan memilih menyendiri. Kok bisa? kita mungkin bertanya. Meski jawabannya mungkin beragam, ada alasan yang cukup mendasar untuk masalah-masalah ini, yaitu karena anak luput dididik untuk hidup dalam kenyataan. Orang-orang yang tidak mau belajar dan tidak mau bekerja tidak hidup di dalam realitas. Mereka hidup dalam dunia yang bernama fantasi.

Apa yang dimaksud dengan fantasi? Dalam KBBI, fantasi dimaknai sebagai khayalan, imajinasi (sesuatu yang tidak nyata). Ketika berfantasi, pikiran kita akan melampaui batas yang kelihatan. Ada fantasi atau imajinasi yang awalnya berandai-andai dan akhirnya sungguh-sungguh terjadi. Namun, ada juga yang tidak. Di dunia imajinasi inilah anak-anak kita mengembangkan kreativitas. Dan memiliki imajinasi, khayalan, angan-angan tentu saja tidak salah. Jadi, apa yang kemudian menimbulkan masalah? Yaitu ketika kita membiarkan anak-anak hidup dalam fantasi.

Apa yang terjadi ketika seorang anak merasa frustasi dan kecewa? Itu karena kenyataan jauh dari harapan. Karena realita yang dihadapinya berbeda dari angan-angan yang selama ini mereka yakini. Itu sebabnya, sangat penting bagi orangtua untuk dapat membimbing anak-anak agar kenyataan dan harapan tidak terlalu jauh jaraknya, karena kalau terlalu jauh jurang di antara harapan dan kenyataan, anak-anak akan sulit menerima dan menanganinya.

Apakah kita tidak boleh berandai-andai atau memiliki cita-cita?

Apakah kita tidak boleh berandai-andai atau memiliki cita-cita? Tentu saja sangat boleh. Namun, ketika melakukannya hendaknya kita tidak lupa bahwa saat kita mempunyai cita-cita, kita harus juga memiliki pegangan. Persiapan. Bekerja keras. Jika ini tidak kita lakukan, kita hanya akan hidup di awang-awang. Di dunia khayalan, bukan di dunia nyata.

Misalnya saja anak kita bercita-cita ingin menjadi pencipta game komputer. Ketika cita-cita tersebut terbit di benaknya, apa yang kita lakukan sebagai orangtuanya? Kita mendampingi anak kita tersebut untuk menyusun langkah-langkah apa saja yang diperlukan demi meraih cita-cita tersebut,bukan? Selain itu, anak kita juga harus mau bekerja keras untuk mewujudkannya. Dan di atas semuanya, kita mengajari anak kita untuk tidak melupakan bahwa cita-citanya itu hanya dapat dicapai dengan perkenanan Tuhan.

Kenyataan dan harapan harus berjalan beriringan

Realitas dan angan-angan harus terus bergandengan tangan. Tidak berat sebelah, agar kita tidak terperangkap dalam fantasi. Tentunya, kita tidak ingin anak-anak kita terjebak di dunia khayalan, bukan?

Sekarang ini, anak-anak telah sangat terpapar dengan dunia media sosial. Jika orangtua tidak mendampingi mereka, anak-anak sangat mudah terjebak dalam afirmasi berupa jumlah “like” terhadap konten atau postingannya. Nilai dirinya pun jadi diukur dari hal-hal seperti banyaknya jumlah follower dan like yang mereka terima.

Anak-anak yang terlalu lama berada di dunia media sosial akan seharian memantengi gawainya. Mereka hidup di dunia maya, dan lupa bahwa itu bukan dunia yang sesungguhnya. Akibatnya, mereka jadi rentan, sedikit-sedikit diserang anxiety, kekhawatiran, tidak percaya diri, dan sebagainya. Jika ada yang mengklik “unlike” atau bahkan meng-unfriend mereka, langsung saja anak-anak ini menjadi galau.

Hal-hal seperti inilah yang akhirnya dapat merusak gambar diri anak-anak kita. Kenapa? Karena mereka hidup di dalam fantasi. Mereka tidak tahu bahwa follower bukanlah teman sejati, jadi tidak heran jika para follower itu dapat dengan mudah berpaling menjadi hater.

Jika demikian, bagaimana kita orangtua dapat membawa dan mempersiapkan anak-anak kita untuk hidup di dalam realitas?

Realitas adalah “Here and Now

Jadi, apa itu realitas? Realitas adalah hal yang nyata dan sungguh-sungguh ada. Atau dengan kata lain, “here and now” yang artinya kesadaran bahwa saya berada “di sini dan sekarang”. Di mana saya sekarang berada, siapa saya, apa peran saya? Bagaimana saya harus merespons semua itu? Nah, pertanyaannya, siapa sih kita ini? Apakah kita adalah orangtua yang hidup dalam realitas? Ataukah kita adalah orangtua yang hanya mengawang-awang, berfantasi.

Ada 4 tipe orangtua yang hidup dalam fantasi:

1. Orangtua yang mengkhawatirkan masa depan.

Orangtua tipe ini biasanya bukan menuntun anak, melainkan menuntut, membuat anak-anak hidup dalam keterpaksaan dan ujung-ujungnya merusak salah satu hal terpenting yang perlu ada antara orangtua dan anak, yaitu relasi kasih. Padahal sebagai manusia, kita butuh dikasihi dan mengasihi.

2. Orangtua yang pahit dengan masa lalu.

Orangtua tipe ini akan melampiaskan rasa sakit hati dan kepahitannya kepada anak-anak. Orangtua ini juga akan membebani anak-anak dengan impian atau cita-citanya yang dulu tidak berhasil diwujudkannya.

3. Orangtua yang menyesali masa lalu.

Orangtua tipe ini tidak ingin anak-anak mengalami kesulitan seperti yang mereka alami dahulu. Akibatnya, mereka memanjakan anak, dan berusaha menghindarkan anak-anaknya dari tantangan dan kesulitan hidup. Mereka lupa, bahwa tidak ada satu pun kehidupan yang bebas dari kesulitan.

Anak-anak perlu dipersiapkan agar mereka siap menghadapi dan mengatasi kesulitan serta tantangan kehidupan. Ajari anak berbagai life skill. Mulailah dari hal-hal sederhana. Ingatlah bahwa orangtua tidak dapat berada bersama anak selama 24 jam. Anak-anak perlu dipersiapkan untuk dapat berpikir kritis, waspada, mengatasi kesulitannya, dan membuat pilihan. Dengan begitu, mereka tidak hanya hidup dalam fantasi, melainkan mulai “melek” dan dapat mengenali berbagai realita kehidupan.

4. Orangtua yang memiliki ambisi masa depan.

Ambisi sangat mudah menjelma menjadi obsesi. Dan obsesi terhadap masa depan akan membuat orangtua kehilangan orientasi. Misalnya, orangtua ingin anaknya terkenal. Maka, anak itu pun difasilitasi, dan orangtua melakukan segala cara untuk menjadikan anaknya tenar. Sungguh kasihan anak yang seperti itu, karena orangtua bukan sedang mengasihi anak, melainkan sedang mengasihi obsesinya sendiri.

Ketika orangtua hidup dalam fantasi, apa yang hilang dari realitas?

Fantasi membuat kita jauh dari kenyataan, dan yang disebut dengan kenyataan adalah relasi. Dalam Yakobus 4:14 dikatakan, “Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap.”

Seperti apakah hidup yang sama seperti uap itu? Hidup yang rapuh. Hidup yang singkat, yang bisa tahu-tahu lenyap, yang tidak pasti. Jika hidup kita demikian rapuh, bagaimana kita bisa bersikap sombong? Kita begitu sesumbar dalam merencanakan masa depan. Kita lupa menyatakan bahwa “Jika bukan Tuhan yang berkehendak, tidak mungkin saya melakukan ini dan itu. Namun, jika Tuhan berkehendak, saya yakin saya bisa karena saya melangkah bersama Tuhan yang memiliki masa. Semua masa, semua musim, semua waktu. Dia Allah yang mahakuasa. Dengan iman saya percaya, Dia akan memampukan saya.”

Dengan kesadaran ini, sebagai orangtua, kita tahu siapa yang sesungguhnya mengatur hidup anak-anak kita. Dan dengan kesadaran ini, kita akan dapat hidup di sini dan sekarang, menikmati setiap perjalanan hidup kita bersama anak-anak kita. Setiap keberhasilan maupun kegagalan. Ketika kita dapat menikmati di sini dan sekarang, ketika kita hidup dalam realitas, kita pun dapat menikmati dan menjaga relasi kita dengan anak-anak kita.

Dan pada akhirnya, ujung-ujungnya, kita dapat percaya bahwa segala sesuatu indah pada waktu-Nya. Dengan cara-Nya. Dan karenanya, kita pun dapat menikmati serta mensyukuri setiap jenjang pertumbuhan anak-anak kita, tanpa perlu menyesali maupun mengkhawatirkannya, karena Tuhan-lah yang mengatur hidup kita dan anak-anak kita.

Narasumber : Charlotte Priatna

Disadur oleh : Rosi Simamora

Penyelaras bahasa : Marlia Kusuma Dewi

Yuk berjalan berdampingan untuk

Menjadi Orangtua Sebaik yang Kita Bisa.

Kami akan menampilkan artikel, kesaksian, dan tips-tips parenting setiap minggunya.

Klik untuk SUBSCRIBE