Masa remaja sering kali jadi fase kehidupan yang membingungkan. Selain perubahan-perubahan fisik, ada tantangan-tantangan yang harus remaja hadapi.

Kemajuan teknologi dan internet yang memungkinkan informasi tersedia di mana pun, kapan pun, dan dari mana pun saat ini, membuat tantangan-tantangan yang dihadapi anak-anak saya berbeda dengan yang saya hadapi saat masih remaja dulu. Tentu banyak dampak positif dari kemudahan dan kemajuan ini, tetapi tak dapat dipungkiri bahwa hal ini juga menimbulkan tekanan dan tuntutan yang lebih besar bagi anak remaja zaman ini.

Mengapa? Ini karena peer-pressure datang bukan hanya dari teman-teman di sekeliling mereka, melainkan juga dari global citizen, orang-orang yang tidak mereka kenal secara personal tetapi mempengaruhi hidup mereka. Alhasil, anak remaja sekarang cenderung lebih tertekan, lebih bingung, lebih mudah khawatir dan cemas. Hal ini menyebabkan kenaikan yang signifikan dalam masalah kesehatan mental di kalangan remaja secara global.

Sejujurnya, sebagai seorang ibu, saya sendiri juga gemetar dan bimbang dengan kemampuan saya membesarkan tiga orang anak usia remaja-dewasa. Sejak mereka kecil, saya banyak belajar tentang parenting melalui buku, artikel, dan beberapa kelas untuk memastikan bahwa anak-anak saya akan bertumbuh dengan baik dan hubungan antara orangtua dan anak akan tetap kuat. Namun, saat anak pertama saya beranjak dewasa, saya terkejut menyadari bahwa ternyata upaya saya untuk memberikan yang terbaik tidak menjamin bahwa anak saya tidak akan bergumul dalam hidupnya. Di masa anak saya mengalami banyak tantangan dalam upayanya untuk mencari jati diri, saya sendiri juga mengalami banyak penyesalan dan bertanya, “Apa yang salah?”

Kasih dan Penerimaan Tanpa Syarat

Stephen Covey, seorang penulis buku-buku laris asal Amerika, pernah berkata, “If you want to have a more pleasant, cooperative teenager, be a more understanding, empathetic, consistent, loving parent.” Jika kita ingin memiliki anak remaja yang lebih menyenangkan dan kooperatif, kita perlu menjadi orangtua yang lebih pengertian, berempati, konsisten, dan penuh kasih sayang.

Sebagai orangtua, kita bertanggung jawab untuk membimbing anak remaja dengan mengkomunikasikan ekspektasi kita, dan memberikan batasan serta tanggung jawab. Namun, terkadang perubahan perilaku anak membuat orangtua lebih cepat bereaksi daripada mencoba memahami. Jika kita bereaksi dengan mengoreksi, menasihati, menegur, dan terus mengawasi anak, tanpa sadar kita telah memberikan pesan kepada anak remaja bahwa kita, orangtuanya, adalah lawan, bukan kawan.

Orangtua perlu ingat bahwa sebesar apa pun tantangan yang dihadapi anak-anak kita, hal paling penting yang perlu dimiliki setiap anak remaja adalah inner strength, yang hanya dapat muncul dari mengetahui bahwa mereka dikasihi dan diterima. Tentu saja mengasihi tidak berarti membebaskan anak melakukan apa saja. Kita tetap perlu menegur, menasihati, mengevaluasi, dan mendorong mereka dengan cara yang pas dan pada waktu yang tepat. Perhatikan kalimat-kalimat yang kita gunakan dengan anak-anak remaja kita. Beri mereka pesan tersirat dan tersurat seperti ini:


“Boleh marah, tapi sebaiknya tidak membanting pintu. Walaupun kamu marah, kami tetap mengasihimu.”

“Kami menerimamu walaupun pilihan bajumu/musikmu/jurusan kuliahmu tidak sesuai dengan pilihan kami.”

“Kami tetap mengasihimu meskipun kamu berbuat kesalahan atau mengalami kegagalan.”

Koneksi dan Kepercayaan

Setiap manusia diciptakan untuk selalu terhubung dengan manusia lain. Ketika seorang anak remaja berusaha mengenal dirinya dan membangun identitasnya, ia akan mulai mencari dari sumber-sumber di luar rumah. Karena adanya perbedaan generasi, banyak dari pilihan-pilihan mereka yang berbeda dengan orangtuanya. Mulai dari hal-hal sederhana seperti lagu yang mereka dengarkan, pakaian yang mereka kenakan, juga makanan kegemaran mereka, dan banyak hal lainnya, hingga hal-hal yang lebih signifikan, begitu berbeda dengan apa yang kita harapkan dan sukai. Dengan begitu, tanpa disadari, didorong oleh tanggung jawab untuk mendidik anak-anak, orangtua sering kali menolak apa yang anak remaja ini sukai. Mereka bahkan melarang, tidak boleh ini dan itu, yang akhirnya menjadi titik awal dari hubungan yang mulai merenggang.

Salah satu perubahan yang saya lakukan saat anak-anak saya remaja adalah melepaskan pemikiran bahwa pilihan, cara, dan kebiasaan saya adalah yang terbaik bagi anak-anak saya. Saya menyadari bahwa firman Tuhan yang ditulis oleh Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Kolose, berlaku juga untuk saya. Sebuah tulisan indah yang menyatakan: “Hai bapa-bapa, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya” (Kolose 3:21).

Saya belajar untuk terus membangun koneksi dengan anak remaja saya dengan cara ingin tahu apa kesukaan mereka dan berusaha untuk menyukai apa yang mereka suka, meski kadang musik/makanan/baju yang mereka suka sangat berbeda dengan apa yang saya sukai. Saya belajar untuk jadi curious dengan pemikiran mereka. Di saat ada hal-hal berbeda yang mereka ungkapkan, saya belajar untuk terlebih dahulu bertanya, “Apa yang membuat kamu berpikir seperti itu?” dan bukannya menghakimi dan menolak pemikiran mereka. Saya belajar membuka diri untuk berdiskusi, lebih banyak mendengar, dan menghargai perasaan serta pemikiran mereka.

Memberi kepercayaan kepada anak remaja tentu bukan sesuatu yang mudah. Sebagai orangtua, pastinya kita ingin selalu melindungi anak-anak kita dari kesakitan dan kesulitan. Namun, sangatlah penting bagi anak remaja untuk mengetahui bahwa orangtuanya percaya bahwa mereka dapat membuat keputusan, meski terkadang mereka dapat gagal atau salah.

Dan saat itu terjadi, biarlah kita menjadi tempat yang aman untuk mereka menyatakan kegagalan dan segala perasaan yang akan mereka alami. Berikan penerimaan saat mereka gagal, berikan kasih yang dapat membalut luka hati mereka, kemudian berikan dorongan untuk mereka bangkit kembali dengan pesan: “I trust you, I believe in you.”

Teladan dan Kesabaran

Jadilah pengikutku, sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus. 1 Korintus 11:1

Tidak ada orangtua yang sempurna, tetapi kejujuran, keterbukaan, dan pertumbuhan orangtua akan berdampak signifikan dalam kehidupan anak remaja. Memang lebih mudah sebagai orangtua untuk menasihati, bahkan menggunakan Firman Tuhan untuk mengingatkan anak-anak remaja kita. Namun, tanpa kita melakukan apa yang kita katakan (to walk the talk), anak-anak remaja kita tidak akan dapat diyakinkan bahwa nasihat dan nilai kehidupan yang kita sampaikan kepada mereka benar-benar signifikan. Bahkan akan sangat melukai hati mereka saat orangtua melakukan hal yang bertentangan dengan apa yang mereka katakan.

Tentunya kita tidak asing dengan kisah-kisah kehidupan yang dimulai dengan kekecewaan seorang anak terhadap orangtuanya, yang timbul dari adanya perbedaan antara perkataan dan perbuatan orangtua. Maka benarlah pernyataan Paul David Tripp, seorang pendeta dan penulis yang banyak berbicara tentang parenting, berikut ini:

The goal of parenting is not control of behavior, but rather heart and life change.”

Tujuan parenting bukanlah untuk mengendalikan perilaku, melainkan mendatangkan perubahan dalam hati dan kehidupan.

Kita semua tahu bahwa perubahan adalah hal yang tidak mudah, bahkan bisa dibilang sangat sulit. Oleh karena itu kita membutuhkan kesabaran dalam membesarkan anak remaja. Kesabaran untuk terus percaya, menabur, memberi teladan, menyemangati, mengasihi, menerima, memberi kesempatan, membimbing, berdoa, percaya dan berharap hanya kepada Tuhan saja.

Masa remaja adalah masa yang penuh dengan tantangan, dan di masa inilah anak remaja sedang dipersiapkan untuk hidup mandiri suatu saat kelak. Tidak heran banyak remaja yang struggle dan tidak sedikit orangtua yang kebingungan bagaimana harus mendidik dan membesarkan mereka.

Saya pun demikian. Sampai akhirnya saya datang berserah kepada Tuhan, menyadari dalam hati saya bahwa sesungguhnya anak-anak saya adalah milik-Nya. Ketika ini saya alami, perubahan signifikan pun terjadi—saya berpaling kepada doa sebagai senjata utama sambil terus memperlengkapi diri dengan ilmu parenting yang sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan. Saya menyadari bahwa perubahan harus dimulai dari diri saya sebagai orangtua.

Parents, hal terbaik yang dapat kita lakukan adalah dengan setia mendoakan anak-anak remaja kita dan menjadikan diri kita tempat yang aman, penuh dengan kasih dan penerimaan, mau mendengarkan dan memberi kepercayaan, menjadi teladan dan menunjukkan kesabaran. Dengan Kristus sebagai satu-satunya sumber kekuatan, kita sudah memiliki segala yang kita perlukan untuk membesarkan anak-anak kita.

Yuk berjalan berdampingan untuk

Menjadi Orangtua Sebaik yang Kita Bisa.

Kami akan menampilkan artikel, kesaksian, dan tips-tips parenting setiap minggunya.

Klik untuk SUBSCRIBE