Sebagai orangtua, banyak dari kita pernah mengalami kepanikan ketika anak kita harus dilarikan ke rumah sakit dalam keadaan kejang, demam tinggi, atau kondisi gawat lainnya. Meski anak- anak saya kini telah dewasa, saya masih ingat benar betapa tidak berdaya dan putus asanya saya ketika hal seperti itu terjadi.

Saat-saat tak berdaya seperti ini, mengingatkan saya pada seorang wanita Yunani bangsa Siro-Fenisia yang diceritakan dalam Injil Markus. “Malah seorang ibu, yang anaknya perempuan kerasukan roh jahat, segera mendengar tentang Dia, lalu datang dan tersungkur di depan kaki-Nya. Perempuan itu seorang Yunani bangsa Siro-Fenisia” (Markus 7:25-26).

Dapatkah Anda membayangkan seperti apa perasaan ibu ini saat mendapati anak perempuannya kerasukan setan? Selain menyaksikan perubahan-perubahan fisik yang mengerikan pada diri sang putri, ibu ini pastinya juga diserbu oleh pertanyaan-pertanyaan yang menyudutkannya. Apa yang salah? Apa yang seharusnya ia lakukan atau tidak lakukan sehingga hal seperti ini tidak menimpa putri kecilnya? Di manakah ia telah gagal sebagai ibu? Bagaimana ia dapat menolong putrinya, membebaskannya dari roh jahat yang merasukinya?

Apa yang dapat dilakukannya untuk mengembalikan anak kecil yang terkungkung dalam tubuh mengerikan ini?

Kita tidak tahu bagaimana wanita ini dapat mengetahui tentang Yesus. Kita juga tidak tahu yang sebenarnya ia ketahui. Apa yang telah dikatakan orang kepadanya sehingga ia sangat yakin bahwa Yesus dapat menolong putrinya? Kita hanya tahu bahwa wanita Kanaan ini telah mendengar sesuatu sehingga ia menemui Yesus untuk meminta pertolongan.

Injil Markus hanya menyatakan kepada kita bahwa wanita ini memohon kepada Yesus untuk mengusir setan yang merasuki putrinya. Namun, Injil Matius memberi gambaran mengenai Yesus yang mengejutkan kita. Pertama kali wanita ini menghampiri Yesus, Dia mengabaikannya. Teksnya tertulis, “Tetapi Yesus sama sekali tidak menjawabnya.”

Kita tidak ingin berpikir bahwa Yesus tega mengabaikan orang yang membutuhkan pertolongan-Nya. Kita ingin seorang Juruselamat yang selalu hadir bagi kita, siap mendengar doa kita. Namun, jelas tertulis dalam teks ini bahwa Yesus seakan mengabaikan wanita yang putus asa ini.

Meski begitu, wanita ini tidak menyerah. Kita mengetahuinya karena para murid terganggu dengan kehadirannya. Wanita ini pasti sangat ngotot dan menolak pergi sehingga mereka tidak tahan lagi dengannya. Mereka meminta Yesus mengusir wanita ini karena terus mengganggu mereka.

Yesus menjawab para murid-Nya dengan cara yang sepertinya tidak ada hubungannya dengan permintaan mereka. Dia berkata, “Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel” (Matius 15:24).

Wanita ini masih berdiri di situ. Ia mendengar perkataan Yesus, dan tentunya tidak terhibur dengan ucapan-Nya. Namun, ia tidak gentar, tidak ada yang dapat menghentikannya dari mencari pertolongan bagi putrinya. Di ayat 25 kita membaca, “Tetapi perempuan itu mendekat dan menyembah Dia sambil berkata: ‘Tuhan, tolonglah aku.’”

Untuk ketiga kali, Yesus menolak wanita itu: “Tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing” (Markus 7:27).

Bukankah perkataan Yesus tersebut terdengar keras? Bagaimanapun kita mencoba menafsirkannya, Yesus seolah sedang mengatakan kepada wanita ini bahwa orang Yahudi harus diprioritaskan untuk mendapatkan makanan terlebih dahulu. Bahwa yang menjadi hak mereka tidak dapat diberikan kepada orang lain sebelum kebutuhan mereka dipenuhi.

Meski demikian, wanita ini tidak mundur. Ia tidak membela diri, apalagi tersinggung oleh perkataan Yesus. Sebaliknya, ia menjawab dengan rendah hati: “Benar, Tuhan. Tetapi anjing yang di bawah meja juga makan remah-remah yang dijatuhkan anak-anak” (Markus 7:28). Wanita ini menangkap kata “anjing” yang maknanya adalah “anak anjing” yang telah digunakan Yesus dalam perkataannya tadi. Kata ini merujuk pada anak anjing yang menjadi hewan peliharaan anak-anak dan biasanya selalu ditempatkan di dalam rumah. Setiap kali para penghuni rumah makan, anak-anak anjing ini menunggu di bawah meja untuk mendapatkan sisa-sisa makanan yang terjatuh.

Dan hanya itu yang perlu didengar wanita ini. Ia sadar bahwa Yesus tidak sedang menghina dirinya, melainkan mengujinya. Maka ia pun menyambut ujian yang diberikan dan merespons Yesus dengan sangat baik. “Ya, anak-anak kecil harus diberi makan. Tidak ada yang meragukannya. Namun, ‘anjing kecil’-nya juga masih dapat memperoleh remah-remah yang jatuh. Orang Yahudi memiliki Engkau sepenuhnya. Mereka memiliki kehadiran-Mu. Mereka memiliki firman-Mu. Mereka duduk di kaki-Mu. Mereka tidak akan iri dengan permintaanku. Mengusir setan yang merasuki putriku pastilah sepele bagi-Mu, sama seperti memberikan remah-remah pada seekor anjing kecil. Tidak ada yang akan kekurangan jika Engkau melakukan hal ini untukku. Tuhan, Engkau memiliki makanan yang begitu berlimpah sehingga meski anak-anak telah diberi makan, anjing kecil pun masih dapat memperoleh remah-remahnya tanpa membuat anak-anak itu kekurangan. Ada kecukupan bagi anak-anak-Mu dan masih ada sisanya bagiku,” begitulah kira-kira yang dimaksudkan wanita ini di balik jawabannya kepada Yesus.

Lalu bagaimana Yesus menjawab wanita ini? Matius menyatakannya kepada kita: Maka Yesus menjawab dan berkata kepadanya: “Hai ibu, besar imanmu, maka jadilah kepadamu seperti yang kau kehendaki.” Dan seketika itu juga anaknya sembuh (Matius 15:28).

Iman wanita Kanaan ini sangat luar biasa! Ia tidak membiarkan apa pun menghalanginya untuk mencapai tujuannya. Ia mengabaikan para murid dan menolak pergi. Ia tidak mau menyerah. Ia tetap gigih meski Yesus seolah mengabaikannya dan berbicara dengan nada dingin kepadanya. Ia menolak untuk ditolak. Yesus-lah satu-satunya harapan bagi putrinya. Ia melihat terang dalam kegelapan, karena itulah ia terus berdiri di sana, seakan-akan Yesus telah memberinya janji dan bukan penolakan.

Yesus memakai penderitaan wanita ini untuk membuat imannya bersinar seperti batu mulia yang langka.

Yesus senang dengan iman wanita ini. Dia melihat iman wanita ini seperti ahli batu mulia melihat sebongkah batu langka, tetapi belum dibentuk. Dia menguji wanita ini, membentuknya dengan sikap diam dan penolakan-Nya, sampai iman wanita itu bersinar.

Kesulitan yang dialami wanita ini—putrinya yang kerasukan setan—membawanya kepada Yesus. Tanpa kesulitan tersebut, ia mungkin saja menjalani hidup dan kemudian mati tanpa pernah mengenal Juruselamat sama sekali.

Seorang wanita Kanaan tak bernama, seorang asing, mengingatkan kita bahwa dalam kesulitan yang kita alami, kita bisa bergantung dan percaya kepada Allah karena Dia adalah satu-satunya Pribadi yang bisa dipercaya.

Disadur dari buku “Wanita yang Dibentuk Allah” © 2013, terjemahan “A Woman God Can Use” © 1990, 2012 oleh Alice Mathews, terbitan PT Duta Harapan Dunia. Untuk membeli buku tersebut, silahkan kunjungi versi ebook di: di sini

Anda diberkati dengan materi ini?
Pastikan Anda tidak ketinggalan membaca tulisan-tulisan terbaru kami lainnya.

Klik untuk SUBSCRIBE