Semua orangtua pastinya ingin menjadi ayah dan ibu yang ideal bagi anak-anak mereka. Hal ini juga menjadi dambaan setiap pasangan suami-istri. Namun, benarkah orangtua yang ideal itu sungguh ada?

Impian untuk menjadi orangtua ideal nyatanya menuntut perjuangan yang tidak mudah, bahkan tak jarang menemui jalan buntu. Apa yang kita harapkan sering kali tidak sesuai dengan kenyataan. Sebagai contoh, banyak anak yang diabaikan, bahkan mungkin diperlakukan dengan buruk oleh orangtua mereka, ketika sudah dewasa berjanji tidak akan mengabaikan ataupun memperlakukan anak-anak mereka dengan buruk. Akan tetapi, sekeras apa pun tekad dan janji mereka, tidak sedikit orang dewasa dengan masa kecil yang buruk ini pada suatu hari akhirnya tersadar dan bertanya, “Mengapa akhirnya aku mengabaikan anakku juga? Bahkan memukuli mereka? Bukankah aku sudah berjanji tidak akan menjadi seperti orangtuaku dulu? Bukankah aku membenci perlakuan orangtuaku dulu terhadapku?”

Ketika hal seperti ini terjadi, bahkan berulang kali, kita selalu dihadapkan pada pertanyaan: mengapa? Mengapa kesadaran dan janji orangtua yang memiliki masa lalu yang buruk tidak dapat mencegahnya mengulangi sejarah yang sama kepada generasi berikutnya? Faktanya, ini bukan karena orangtua pesimis dan tidak mampu sehingga menemui kegagalan, melainkan karena realita pengasuhan anak yang dihadapinya adalah kebalikan dari harapan positifnya. Lalu, apa yang sebaiknya dilakukan untuk dapat menjadi orangtua yang ideal?

Salah satu cara untuk menjadi orangtua yang ideal adalah dengan menjadi autentik, yaitu jujur dengan diri sendiri lebih dulu, baik dari segi kepribadian, pengasuhan, maupun dalam konteks perkembangan spiritualnya. Kata autentik di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti “dapat dipercaya”, “asli”, dan “sah”. Dalam konteks menjadi orangtua yang autentik, artinya orangtua memiliki kesempatan untuk menjadi pribadi yang bisa dipercaya, pribadi yang asli (bukan hasil dari meniru), dan sebagai pribadi yang “sah”, yaitu pribadi yang eksistensinya diakui kebenarannya oleh anak-anak maupun seluruh anggota keluarga. Jadi, orangtua yang autentik adalah mereka yang bersedia belajar menjadi orangtua berdasarkan versi terbaiknya sendiri.

Indikator keautentikan (keaslian) dari pengasuhan yang diberikan orangtua juga dapat terlihat ketika orangtua membangun atmosfer iman dalam pengasuhannya. Kita dapat belajar dari orangtua Simson (Hakim-Hakim 13), yaitu Manoah, yang menerima anugerah (perkenanan) Allah di tengah kondisi kemandulan istrinya. Allah memilih pasutri ini untuk melahirkan seorang putra yang akan dipakai Allah untuk menyelamatkan umat Israel.

Menyadari Keberadaan Diri, Tetapi Tetap Terbuka terhadap Kehendak Allah

Istri Manoah menerima keadaan dirinya yang mandul, Tetapi tetap terbuka terhadap kehendak Allah bahwa ia akan melahirkan seorang anak atas perkenanan-Nya. Tidak ada keraguan sedikit pun dalam diri istri Manoah akan maksud dan rencana Allah bagi hidupnya, meskipun di mata manusianya, hal tersebut tampak mustahil. Dalam percakapannya dengan malaikat Tuhan, ia tidak merasa direndahkan saat malaikat menyatakan keberadaan dirinya, “Memang engkau mandul, tidak beranak, tetapi engkau akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki” (Hakim-hakim 13:3). Bahkan ia mendengarkan dengan saksama saat malaikat menerangkan bagaimana cara memelihara dirinya saat mengandung nanti, “Oleh sebab itu, peliharalah dirimu, jangan minum anggur atau minuman yang memabukkan dan jangan makan sesuatu yang haram” (Hakim-hakim 13:4).

Ia ingat setiap detail tentang bagaimana memelihara anaknya nanti: “Kepalanya takkan kena pisau cukur, sebab sejak dari kandungan ibunya anak itu akan menjadi seorang nazir Allah dan dengan dia akan mulai penyelamatan orang Israel dari tangan orang Filistin” (Hakim-hakim 13:5).

Memahami Kehendak Allah atas Keluarga

Saat Manoah mendengar penuturan istrinya mengenai perjumpaan dengan malaikat, ia langsung mempercayainya. Ia tahu persis keadaan istrinya juga dirinya, fakta bahwa mereka tidak memiliki anak. Ia juga percaya akan ada perubahan dalam keluarganya kelak—istrinya yang mandul mengandung dan beberapa peraturan harus diikuti selama proses kehamilan. Bahkan ia bersedia mengikuti peraturan-peraturan yang tampak tidak lazim karena percaya kepada Tuhan dan karya-Nya.

Mengalami Peneguhan Bersama Pasangan

Betapa Manoah begitu rindu menyaksikan dan mengalami sendiri perjumpaan dengan malaikat yang telah menampakkan diri kepada istrinya. Ia membutuhkan peneguhan. Ia sadar dirinya tidak akan cukup teguh menjalani hari-hari yang terbentang di depan, jikalau tanpa peneguhan dari Allah.

Lalu Manoah memohon kepada TUHAN, katanya: “Ya Tuhan, berilah kiranya abdi Allah, yang Kau utus itu, datang pula kepada kami dan mengajar kami, apa yang harus kami perbuat kepada anak yang akan lahir itu” (Hakim-hakim 13:8).

Betapa Tuhan mengasihi Manoah dan istrinya. Dia berkenan mengabulkan permohonan Manoah. Kembali Dia menjumpai istri Manoah dan berkenan menemui Manoah juga. Lalu bangunlah Manoah dan mengikuti istrinya. Setelah sampai kepada orang itu, berkatalah ia kepadanya: “Engkaukah orang yang telah berbicara kepada perempuan ini?” Jawabnya: “Benar!”

Lalu kata Manoah: “Dan apabila terjadi yang Kau katakan itu, bagaimanakah nanti cara hidup anak itu dan tingkah lakunya?” Jawab Malaikat TUHAN itu kepada Manoah: “Perempuan itu harus memelihara diri terhadap semua yang Kukatakan kepadanya. Janganlah ia makan sesuatu yang berasal dari pohon anggur; anggur atau minuman yang memabukkan tidak boleh diminumnya dan sesuatu yang haram tidak boleh dimakannya. Ia harus berpegang pada segala yang Kuperintahkan kepadanya.”

Sekarang sudah lengkap, baik Manoah maupun istrinya telah mendapatkan firman yang sama, petunjuk yang sama. Kesediaan mereka untuk mengakui kelemahan diri sebagai pasangan mandul menunjukkan keautentikan diri mereka. Kesediaan mereka untuk diajar melalui malaikat Tuhan mengenai proses kehamilan dan cara memelihara anak menunjukkan keautentikan mereka sebagai orangtua pembelajar. Mereka tidak berpura-pura mengerti tetapi akhirnya salah langkah, melainkan dengan rendah hati meminta petunjuk Tuhan bukan hanya melalui salah satu dari mereka, tetapi keduanya ingin mendengarnya langsung dari Tuhan bersama-sama.

Menjadi autentik sangat penting, terutama bagi orangtua dalam menerapkan pola asuh yang benar kepada anak. Dengan bersikap jujur kepada diri sendiri dan tampil apa adanya tanpa harus terlihat seperti manusia super yang sempurna, maka anak juga dapat belajar dari orangtuanya bagaimana bisa menerima keberadaan diri mereka sendiri dan bergantung sepenuhnya pada petunjuk Tuhan serta pengalaman sendiri dan orang lain.

Baca juga artikel terkait:

Membesarkan Anak Di Tengah Berhala Duniawi

Cara Menjadi Ayah Idaman

Yuk berjalan berdampingan untuk

Menjadi Orangtua Sebaik yang Kita Bisa.

Kami akan menampilkan artikel, kesaksian, dan tips-tips parenting setiap
minggunya.

Klik untuk SUBSCRIBE