Renungan di Hari Kebangkitan Nasional

Kebangkitan Nasional adalah gerakan yang menambah corak perjuangan bangsa; bukan hanya berjuang secara fisik melawan penjajah, tetapi terutama berjuang melalui pemikiran, agar harkat dan martabat bangsa bisa terangkat.

Tanggal 20 Mei 1908 adalah momen bersejarah ketika organisasi Budi Utomo pertama kali dibentuk. Organisasi ini dilahirkan sebagai jalan keluar agar rakyat Indonesia bisa mendapatkan pendidikan yang setara dan mengejar ketertinggalan dari bangsa-bangsa lain. Kondisi bangsa Indonesia pada masa penjajahan Belanda sangatlah menyedihkan; akses pendidikan sangat terbatas sehingga rakyat Indonesia menjadi bodoh dan tertinggal dari bangsa-bangsa lain. Hanya segelintir orang saja yang bisa menikmati pendidikan. Hal tersebut membuat dr Wahidin prihatin sehingga mendirikan organisasi yang bergerak di bidang sosial, ekonomi, dan budaya.

Semangat dr Wahidin ini juga menjadi semangat almarhum kakek saya. Beliau adalah seorang yang cukup berpendidikan di zamannya. Beliau bekerja sebagai wartawan kantor berita sejak dari zaman penjajahan Belanda, zaman pendudukan Jepang, hingga zaman kemerdekaan, sehingga beliau dijuluki sebagai Wartawan Tiga Zaman. Di masa ketika sangat sedikit orang yang melek huruf, kakek saya justru aktif menulis. Ia termasuk yang berjasa menyebarkan kabar tentang proklamasi kemerdekaan yang terjadi di Jakarta, kepada rakyat di Semarang. Waktu itu, Jepang berusaha menutup-nutupi kabar tentang proklamasi Indonesia. Namun, sejumlah kaum intelektual Indonesia, termasuk para wartawan, bersatu padu menyebarkan kabar ini ke seluruh Indonesia, bahkan dunia. Dan itu tidak mungkin terjadi bila rakyat Indonesia buta huruf! Keberadaan kaum intelektual telah berhasil meneruskan informasi penting bahwa Indonesia sudah merdeka!

Lebih dari seratus tahun kemudian, yaitu di masa kita sekarang ini, kita bisa merasakan hasilnya. Alam kemerdekaan yang kita rasakan sekarang merupakan buah dari perjuangan para pejuang kita dahulu. Sekarang, seluruh rakyat Indonesia bisa bebas belajar apa saja yang mereka inginkan, walau tak dapat dipungkiri, mungkin masih ada kantong-kantong kemiskinan dan keterbelakangan di beberapa wilayah terpencil Indonesia yang belum sepenuhnya menikmati akses yang luas ke dunia pendidikan.

Kita pun, sebagai orangtua yang dipercaya Tuhan mengasuh dan membesarkan anak-anak, perlu meneruskan semangat berjuang melalui pendidikan kepada anak-anak kita.

Anak-anak perlu diajarkan bahwa pendidikan yang mereka jalani saat ini, bukanlah untuk menyenangkan hati orangtua mereka. Kalau kelak mereka berhasil masuk ke perguruan tinggi ternama, atau berhasil menduduki ranking tertinggi di kelas, itu bukanlah untuk kebanggaan orangtua tetapi yang lebih penting, untuk bekal hidup mereka.

Saya teringat pada tante saya yang langsung bekerja selepas lulus dari SMEA. Di masa itu, lulusan SMEA cukup mudah mendapat pekerjaan sehingga ia berhasil diterima di sebuah perusahaan BUMN. Bertahun-tahun ia meniti karier di tempat itu, melewati berbagai promosi hingga mencapai posisi tertentu. Namun sayang, ketika ia hendak dipromosikan oleh atasannya untuk mengepalai suatu bidang, ia terbentur oleh ijazahnya yang “hanya” setingkat SMA. Zaman yang terus berubah telah mengubah pula dinamika di dunia pekerjaan. Kini, untuk posisi setingkat yang tante saya idamkan, minimal adalah sarjana. Tante saya sempat bergumul dengan pilihan antara melanjutkan pendidikan atau menerima “nasib” saja. Salah satu ketakutannya adalah, bila kelak ia selesai sarjana, atasannya yang baik itu sudah pensiun, sehingga “sia-sia” saja ia kuliah. Namun, dorongan dari pihak keluarga memantapkan hatinya bahwa melanjutkan pendidikan tidak akan pernah sia-sia, karena promosi bukan berasal dari sang atasan. Dan benar saja, hari ini tante saya sudah pensiun dari BUMN tersebut dan posisi terakhirnya adalah direktur. Sesuatu yang tak mungkin ia raih bila “hanya” bermodalkan ijazah SMA.

Pendidikan Membentuk Sumber Daya Manusia yang Unggul

Selain mendidik anak dalam hal akademis, orangtua hendaknya juga mengajarkan kepada anak pentingnya memiliki karakter dan budi pekerti yang baik. Dalam kaitannya dalam hidup berbangsa dan bernegara, anak perlu kita ajarkan bagaimana menjadi warga negara yang baik. Sebagaimana tertulis di dalam Alkitab, Usahakanlah kesejahteraan kota kemana kamu Aku buang dan berdoalah untuk kota itu kepada Tuhan, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu.” (Yeremia 29.7). Kita diberikan tanggung jawab untuk berperan aktif mensejahterakan kota. Hal utama yang perlu dilakukan adalah berdoa untuk kesejahteraan kota itu, berikutnya adalah mengisinya dengan hal-hal baik seperti pekerjaan, pendidikan, hidup berbaur dengan masyarakat, dan lain sebagainya. Dan ini dilakukan bukan hanya oleh kita saja, tetapi akan diteruskan kepada generasi selanjutnya. Untuk meresponi hal tersebut, apa saja yang dapat orangtua ajarkan kepada anak?

  1. Ajar anak menerima perbedaan. Kita hidup di Indonesia yang multikultur, multiagama, dan multietnis. Ajak anak-anak menyadari dan menerima perbedaan itu. Didik mereka untuk bergaul dengan siapa saja, tanpa memandang ras, suku, agama, dan warna kulit. Tegurlah bila anak mengejek teman mereka hanya karena mereka berbeda. Jangan beri ruang sedikit pun pada intoleransi. Anak yang dibesarkan secara inklusif, kelak akan lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan pekerjaan.
  2. Ajar anak untuk memiliki pikiran yang terbuka. Beda pendapat itu boleh. Berteman bukan berarti tidak boleh berbeda pendapat atau pandangan. Ajarkan kepada anak bahwa kita bisa tetap berteman dan bergaul dengan sesama meskipun pandangan kita berbeda. Ajarkan anak juga untuk berani menyampaikan pendapatnya, walaupun pendapat itu berbeda dari kebanyakan orang. Sebaliknya, ajarkan kepada mereka untuk mau menerima pendapat orang lain meski ia kurang setuju. Agree to disagree. Perbedaan pendapat tidak harus diselesaikan dengan gontok-gontokan. Terkadang, perlu ada kesepakatan untuk mengakhiri perbedaan dalam ketidaksepakatan.
  3. Dorong anak untuk melakukan sesuatu. Melakukan sesuatu itu penting. Dorong anak untuk ikut terlibat dalam kegiatan-kegiatan bakti sosial di sekolahnya. Ikut kunjungan gereja ke panti asuhan atau panti wredha. Memupuk kepedulian sejak dini akan membentuk mereka menjadi pribadi yang peduli dan penuh belas kasihan.
  4. Dorong anak agar aktif menjalin komunikasi. Di era information superhighway seperti sekarang ini, tak ada yang dapat membendung derasnya arus informasi. Gerbang informasi dapat dibuka hanya dengan sentuhan ujung jari di layar ponsel. Kabar tentang teman di tempat yang jauh dapat diketahui saat itu juga. Meski hal ini mendatangkan banyak kebaikan, namun ada juga dampak negatifnya. Anak jadi kurang bersosialisasi di dunia nyata, kurang menjalin komunikasi sehingga gagap dalam bergaul, canggung berbicara di depan umum, dan kurang berani mengemukakan pendapat. Di sinilah pentingnya orangtua mengajarkan kepada anak-anak untuk seimbang; aktif di dunia maya tentu tidak salah, tetapi jangan lupakan sosialisasi secara langsung dengan teman-teman dan kerabat. Sewaktu anak-anak kecil, kami sempat mengalami masa di mana anak-anak lebih sibuk dengan gadget-nya saat kami sedang makan bersama di restoran, misalnya. Anak menjadi pribadi yang egois, karena sibuk dengan dunia mereka sendiri. Saya dan suami lantas menerapkan aturan bahwa selama kami makan di restoran atau pergi bersama, tidak boleh ada yang membuka gadget. Meski sulit pada awalnya, tetapi lambat laun, terbentuk kebiasaan baru dan anak-anak menjadi pribadi yang lebih hangat dan atentif..
  5. Ajar anak untuk bersikap sopan meski berkomunikasi di dunia maya. Kebiasaan di media sosial yang, meski tidak selalu anonim tetapi tak perlu menunjukkan muka, cenderung membuat penggunanya “galak di media sosial tetapi pengecut di ranah luring”. Survei Digital Civility Index yang dirilis oleh Microsoft tahun 20211 lalu menemukan fakta bahwa netizen Indonesia termasuk yang paling tidak sopan di dunia maya, karena begitu mudah menuliskan makian, hujatan, dan ujaran kebencian di dunia maya. Ajarkan kepada mereka bahwa sopan santun di dunia maya adalah sama dengan sopan santun di dunia nyata. Apa yang tidak mungkin engkau ucapkan di depan seseorang di dunia nyata, tidak akan engkau tuliskan juga di dunia maya.

Tentu masih banyak hal yang dapat orangtua lakukan untuk membentuk karakter anak menjadi pribadi unggul yang berkualitas. Salah satu cara paling efektif adalah dengan membiarkan anak meneladani kita. Teladan baik dari kita jauh lebih berdampak daripada sejuta kata-kata. Bila Papa dan Mama setia melakukan hal-hal baik, maka anak-anak akan meneladani hal-hal baik juga. Apa yang tidak orangtua ajarkan kepada anak, dunialah yang akan mengajarkannya kepada anak-anak.

Selamat memperingati Hari Kebangkitan Nasional.


1. Sumber