Kita menemukan beragam pertanyaan sepanjang sejarah interaksi manusia dengan Allah. Kita juga menemukannya dalam PR-PR kita sewaktu bersekolah. Dan sebagai orangtua, kita pasti mendengar segala macam pertanyaan dari anak-anak kita.

Sungguh menarik menyaksikan otak kecil mereka berputar …. Dan tentunya juga melelahkan, apalagi ketika mereka mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang semakin sulit!

Menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti ini bisa sangat menantang, tetapi inilah bagian penting dari peran memuridkan yang telah dipercayakan Allah kepada kita lewat anak-anak kita.

Melalui proses tanya-jawab kita memberi anak-anak kita kesempatan untuk melihat segala sesuatu dari sudut pandang Allah. Bahkan proses ini juga dapat menantang kita untuk berpikir lebih dalam bagi diri kita sendiri, sekaligus menguji tanggapan dan pendapat kita. Tentu saja, ini menjadi proses yang merendahkan hatidan selalu membawa kebaikan!

Jadi, apa saja “pertanyaan-pertanyaan sulit” yang sering didengar orangtua? Kami sering mendengar pertanyaan-pertanyaan yang dapat digolongkan menjadi 3 kelompok besar:

1.“Bagaimana Tuhan/Kekristenan/Alkitab relevan dalam hidup saya?”

“Kenapa aku harus ke gereja?”

“Kenapa aku harus peduli dengan apa yang dikatakan Alkitab? Itu nggak ada hubungannya dengan hidupku sekarang.”

“Memangnya Kekristenan masih relevan?”

Pertanyaan-pertanyaan ini sering muncul dalam kelas-kelas untuk remaja dan anak muda yang kami adakan. Sayangnya, banyak yang belum mendapatkan jawaban-jawaban yang memuaskan.

Sebelum menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, kita perlu mengenali pengaruh dualisme yang telah merusak dan mempengaruhi gereja. Dualisme adalah pandangan yang melihat dunia fisik dan dunia spiritual sebagai dua dunia yang berbeda dan terpisah: yang satu adalah dunia sekuler dan penuh dosa, dan yang lainnya adalah dunia yang suci.

Dualisme ini bahkan dengan kuat menciptakan “Orang-orang Kristen hari Minggu”yaitu orang-orang yang hanya berperilaku baik pada hari Minggu di gereja, dan kembali menjalani kehidupan “normal” mereka sepanjang minggu yang ada.

Adalah salah satu titik awal yang baik bila kita terlebih dahulu bertanya pada diri sendiri tentang dunia inidan meluangkan waktu untuk mengeksplorasi jawabannya. Contohnya: Apa hubungan Tuhan dengan matematika? Apa pemikiran-Nya tentang ekonomi? Apakah mempelajari ilmu pengetahuan alam dapat membangun kerajaan-Nya? Apakah seni rupa Kekristenan hanya tentang salib, merpati, dan singa?

Sebelum aliran dualisme mempengaruhi gereja, banyak orang percaya mempertanyakan hal-hal tersebut. Ini dikarenakan mereka mengintegrasikan iman mereka ke dalam seluruh aspek kehidupantidak hanya pada hari Minggu sajasehingga hal ini menghasilkan terobosan dalam bidang pendidikan, ilmu pengetahuan, sosial, dan kesenian yang mengubah komunitas mereka.

Kita perlu menanamkan prinsip iman yang berlaku dalam semua aspek kehidupan pada anak-anak kita. Kita perlu menunjukkan pada mereka bahwa dunia fisik dan rohani sesungguhnya tidak dapat dipisahkan, bahwa iman kita dapat sepenuhnya diaplikasikan ke dalam kehidupan di dunia yang nyata ini. Dan dunia ini adalah dunia yang sama yang disebut Tuhan “sangat baik” dalam Kejadian 1:31, dan yang sedang Dia perbaharui melalui Putra-Nya (Wahyu 21:1-4).

2.“Kenapa saya harus bersekolah?”

Setiap kali kami menanyakan murid-murid kami apa pendapat mereka tentang sekolah, jawaban mereka beragam mulai dari: “membosankan”, “stres berat”, “susaaaaahhhh”, “zzzzz”.

Sebagian orangtua dengan mudah menjawab pertanyaan ini dengan memberi tahu anak-anak mereka bahwa mereka harus tekun belajar supaya dapat nilai bagus, sehingga ke depannya, mereka bisa memperoleh pekerjaan bergaji besar.

Meski hal ini mungkin saja benar, tetapi kita perlu meninjau kembali persepsi dan pemahaman kita tentang pendidikan, dan melihat tujuan Allah yang sebenarnya. Dan untuk menjawab pertanyaan anak kita dengan lebih efektif, mungkin saya boleh menyarankan agar kita merenungkan bagaimana kita memandang pekerjaan kita sendiri.

Beberapa dari kita mungkin memandang pekerjaan kita sama seperti anak-anak kita memandang pelajaran sekolah merekamembosankan, stres berat, dan sulit. Sambil berdoa, kita dapat mengajukan beberapa pertanyaan seperti ini:

  • Apa yang membuat kita tetap bertahan dalam kondisi stres dan sepertinya pekerjaan kita tidak lagi bermakna?
  • Apakah kita begitu sibuk berjerih lelah dalam bekerja, sehingga melupakan bahwa kita dipanggil untuk membawa kabar baik penebusan Kristus melalui pekerjaan kita?
  • Dapatkah kita melihat relevansi pekerjaan kita dengan membangun Kerajaan Allah?

Apabila kita dapat memandang pekerjaan dan pendidikan bukan hanya sebagai sarana untuk membayar tagihan-tagihan kita, tetapi juga sebagai kesempatan untuk membangun Kerajaan Allah dan memancarkan kemuliaan-Nya, maka panggilan hidup kita akan memiliki makna baru, baik ketika kita berada di kelas, kantor, maupun rumah.

Semakin kita menyadari Allah sebagai Pencipta pekerjaan, kita akan semakin dapat melihat keahlian-Nya dalam berorganisasi, kreativitas-Nya, kecakapan-Nya dalam memecahkan berbagai masalah, pemikiran-Nya yang ilmiah dan teknis, dan tangan-Nya yang artistik yang “didistribusikan-Nya” di antara umat-Nya.

Pemahaman baru ini akan menolong kita untuk menjelaskan kepada anak-anak bahwa pendidikan bukan semata-mata tentang mendapat nilai bagus dan demi mendapat pekerjaan dengan gaji besar, melainkan menemukan makna dan sukacita di dalam Pribadi yang suka bekerja.

Selama training yang kami adakan, kami menyaksikan beberapa momen yang “mencelikkan mata” ketika para siswa menyadari bahwa sekolah bukan hanya untuk mendapat nilai bagus, tetapi tentang bermitra dengan Allah untuk melakukan pekerjaan-Nya. Seorang murid SMP menjelaskannya dengan tepat seperti ini, “Belajar adalah tentang memperlengkapi pikiran kita untuk mencari tahu tentang Firman Tuhan dan dunia.”

3.“Apa yang harus kuperbuat dengan hidupku?”

“Jurusan apa yang harus kuambil di perguruan tinggi nanti?”

“Apa yang harus kulakukan di masa depan?”

“Apa panggilan hidupku?”

Pertanyaan-pertanyaan seperti ini membuat kita merasa harus memberikan jawaban yang tepat, karena berpikir jawaban kita dapat mempengaruhi masa depan anak-anak kita.

Namun, daripada mencoba memberikan jawaban yang spesifik, kita dapat menuntun anak-anak kita untuk mendalami pertanyaan-pertanyaan ini:

  • Apa yang menjadi panggilan Tuhan bagi semua orang percaya?
  • Apa yang ingin Tuhan capai bagi dunia ini?
  • Apa yang menjadi bagianku dalam maksud dan tujuan Allah (dan bukan sebaliknya)?

Kita dapat menuntun anak-anak kita untuk selalu kembali kepada kisah agung Allah: penciptaan, kejatuhan manusia, penebusan, dan pemulihan. Dan kita dapat bercerita kepada mereka tentang bagaimana penebusan dan pemulihan Allah dinyatakan dalam relasi, dalam studi mereka, dan dalam pekerjaan kita sendiri. Kita dapat menguatkan mereka lewat kisah-kisah nyata kehidupan dan kesaksian-kesaksian, sehingga mata mereka terbuka dan melihat bagaimana Allah membangun Kerajaan-Nya.

Pada saat yang sama, sementara menolong anak-anak kita untuk meninjau kembali pemahaman mereka mengenai panggilan hidup mereka, kita juga dapat menuntun mereka menemukan talenta dan bidang-bidang pelayanan mereka.

Sangat baik jika kita mengajak mereka mencoba beberapa aktivitas sejak mereka masih kecil. Seperti memasak, menggambar, mengeksplorasi ilmu-ilmu pengetahuan yang ada, bahkan berorganisasi dan melakukan perencanaan. Biarkan mereka mengalami kegagalan, supaya mereka dapat mengenali keterampilan mereka sendiri.

Kita juga dapat memupuk kebiasaan melayani sesama dalam diri anak-anak. Kita dapat mengajarkan dan mendorong mereka untuk menolong kakek-nenek, tante, om, sepupu, dan adik-kakak mereka di rumah; menjadi relawan di gereja-gereja dan lingkungan mereka.

Anak-anak memiliki banyak peluang untuk menolong sesamacontohnya, mereka dapat menggambar sesuatu untuk menghibur para lansia, menciptakan atau memperbaiki sesuatu, bahkan membacakan buku-buku cerita untuk adik-adik kecil.

Namun, kita perlu ingat bahwa menolong anak-anak untuk menemukan panggilan hidup mereka tidak terjadi secara instan. Berbagai tes kepribadian, asesmen terhadap kekuatan mereka, atau konseling untuk mengetahui talenta mereka dapat membantu, tetapi mengenali panggilan kita masing-masing adalah sebuah proses yang berkelanjutan. Ini merupakan perjalanan seumur hidup tentang berdiam diri di hadapan Allah, tekun mencari kehendak-Nya, dan terus hidup dalam ketaatan.

Ketika kita bergumul dengan pertanyaan-pertanyaan sulit yang dilontarkan anak-anak, kita boleh mengingat: sungguh suatu anugerah yang besar, telah dipercayakan untuk menggembalakan anak-anak kita!

Kiranya kita terus berdoa dan menjawab pertanyaan-pertanyaan anak-anak kitaseberapa pun sulitnyasementara mereka bertumbuh besar dan memasuki musim baru dalam kehidupan mereka.

Artikel ini pertama kali diterbitkan di Biblical Wisdom for Parents, dengan judul Answering Kid’s Difficult LIfe Questions. Dan diadaptasi dengan izin.

Penerjemah : Yustini Soepardi

Penyelaras bahasa : Rosi Simamora

Yuk berjalan berdampingan untuk

Menjadi Orangtua Sebaik yang Kita Bisa.

Kami akan menampilkan artikel, kesaksian, dan tips-tips parenting setiap minggunya.

Klik untuk SUBSCRIBE