“Anak saya, cuma pisah kelas dengan teman dekatnya sewaktu tahun ajaran baru aja langsung galau,” seorang ibu curhat.

“Anak saya beda lagi. Dapet nilai C langsung uring-uringan. Pakai ngomong ‘I want to kill myself’ segala. Masa hidup langsung kiamat hanya karena nilai,” keluh yang lain.

“Anak saya malah mogok sekolah karena jerawat!”

Saya rasa kita cukup familiar dengan curhatan beberapa orangtua ini. Malah, bukan tidak mungkin kita sendiri dulu juga mengalami hal-hal seperti yang dialami anak-anak remaja ini. Baru dicuekin teman, sudah langsung merasa akhir dunia. Baru ditolak cintanya, segera saja merasa yang paling malang sedunia. Padahal, setelah kita dewasa dan menengok ke belakang, kita akhirnya menyadari bahwa kebanyakan dari tekanan dan persoalan masa remaja dulu itu ternyata tidak seberat yang dulu kita kira.

Namun, apakah bijaksana kalau kita bereaksi dengan, “Tidak perlu galau begitu ah. Apalagi sampai stres. Mama dulu juga …”? Tentu saja tidak. Respons seperti ini bukanlah sikap yang bijaksana, karena dapat melukai hati anak remaja kita. Tentunya kita tidak ingin dianggap memandang enteng masalah anak-anak kita dan mengecilkan apa yang mereka rasakan atau pikirkan, bukan? Jika kita bersikap seperti ini, anak-anak remaja kita bakalan merasa tidak aman dan nyaman untuk curhat kepada kita. Mereka mungkin merasa dihakimi, tidak diterima, dan akhirnya akan mencoba mencari jalan keluar sendiri. Kita tidak ingin hal seperti ini terjadi.

Lalu, apa yang dapat orangtua lakukan untuk membantu mempersiapkan anak-anak remaja kita sehingga mereka tangguh dan tidak mudah galau?

Kenapa Stres?

Mengapa masa remaja seolah-olah menjadi masa yang paling sulit dan menekan?

Ini karena usia remaja adalah usia peralihan dari kanak-kanak menjadi manusia dewasa. Di satu sisi, remaja masih dianggap kanak-kanak, namun di sisi lain, tak jarang mereka dituntut bersikap seperti orang dewasa. Alhasil, ini masa yang membingungkan bagi mereka, dan menimbulkan banyak emosi.

Di lain pihak, ada banyak perubahan yang berlangsung cepat di sepanjang masa remaja ini. Perubahan biologis, emosi, sosial, dan banyak lagi yang lainnya. Belum selesai satu perubahan, sudah datang lagi perubahan lain, sementara tekanan dan tuntutan orangtua juga tidak jarang membuat perubahan-perubahan tersebut jadi semakin menakutkan. Belum lagi ada tekanan dari teman sebaya serta persaingan akademis yang ikut menambah beban stres mereka.

Bayangkan jika anak remaja kita mengalami perubahan-perubahan ini, tetapi ia tidak punya kesempatan atau kemampuan untuk mengelola dan memahami perubahan tersebut, bahkan untuk memahami tekanan-tekanan yang diakibatkan oleh perubahan itu. Tidak heran jika mereka sering kali merasa seolah beban yang ditaruh di pundak mereka itu melebihi kapasitas mereka untuk dapat menanggungnya, bukan?

Mempersiapkan Anak yang Siap Menghadapi Tantangan

Orangtua dapat mendidik dan mempersiapkan anak-anak sehingga mereka tumbuh menjadi manusia yang bermental sehat dan berkarakter kuat. Meski kadang-kadang mereka mungkin ambruk karena berbagai persoalan, kehilangan teman, gagal dalam ujian, atau kehilangan orang yang paling dikasihi, tetapi mereka punya daya untuk bangkit kembali.

Ulangan 6:6-7 menasihati setiap orangtua agar: “Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.” Kasih, didikan, dan disiplin yang diterapkan orangtua secara konsisten dan terus-menerus sejak anak masih kecil, akan membentuk dan menyiapkan anak sehingga mereka memiliki kemampuan untuk merespons dan mengatasi tantangan dengan baik, melihat kesulitan sebagaimana adanya, dan tidak mudah putus asa karena pengharapannya ada di dalam Tuhan.

Apa saja yang perlu kita bentuk dalam diri anak melalui pola asuh yang kita terapkan di dalam keluarga?

Kebiasaan. Jika kita dapat menerapkan disiplin yang sehat dalam membesarkan anak-anak kita, maka mereka akan memiliki kebiasaan-kebiasaan yang baik. Sebaliknya, jika kita tidak dapat menegakkan disiplin, anak-anak kita akan jatuh ke dalam kebiasaan-kebiasaan yang buruk. Didiklah anak-anak kita untuk dapat menerapkan kebiasaan-kebiasaan yang baik yang dapat menjadi pegangan bagi mereka saat dewasa nanti.

Keterampilan sosial. Keterampilan sosial dimulai dari rumah. Ajarlah anak-anak kita untuk terus belajar bergaul dengan saudara-saudaranya, sehingga dari sana ia dapat belajar berbagi, meminta maaf, memaafkan, menyelesaikan masalah, dan sebagainya. Dorong anak untuk terus mengasah keterampilan sosial ini sehingga di luar rumah, mereka semakin pandai bergaul dengan orang lain.

Nilai-nilai dan prinsip. Hendaknya kita tidak jemu-jemu mengajarkan anak mengenai nilai-nilai dan prinsip kekristenan. Tanamkanlah nilai-nilai dan prinsip ini ke dalam hati dan jiwa mereka, sehingga apa pun nantinya yang mereka hadapi, mereka tidak akan melenceng dari jalan Tuhan. Namun, ini saja tidak cukup, orangtua juga perlu menjadi teladan dan saksi iman yang hidup, karena cara yang kita pakai dan teladani di dalam keluarga akan mempersiapkan anak, dan akan dipakai oleh anak saat ia menghadapi atau menyelesaikan persoalan.

Motivasi. Dorong anak untuk terus belajar, berusaha, dan memberikan yang terbaik. Didiklah anak sehingga ia memiliki motivasi yang benar, yaitu takut akan Tuhan. Jika ia sudah kita bekali dengan kemampuan beradaptasi ini, ia akan mampu mengatasi masalah, tidak mudah galau, apalagi stres.

Apakah Ini Sudah Cukup?

Tidak. Sebagai manusia yang berdosa, sebaik-baiknya kita berusaha, upaya kita tidak pernah dapat menjamin apa pun. Kita tetap dapat gagal, jatuh, kecewa, bahkan mungkin stres. Demikian pula dengan anak-anak kita. Namun, kita bisa saling tolong-menolong dengan sesama orangtua. Dan yang terutama, kita dapat mengandalkan Allah dan melangkah bersama-Nya.

Katakanlah kepada anak-anak kita, bahwa tantangan adalah hal yang biasa di dunia yang telah dirusakkan oleh dosa ini. Hadapilah, tidak perlu galau apalagi stres, bukan karena mereka sudah siap, bukan karena Mama dan Papa selalu mendampingi, melainkan karena Allah jauh lebih besar daripada segala persoalan mereka. Allah berjanji bahwa Dia tidak akan membiarkan kita dicobai melampaui kekuatan kita. Dan bahwa pada waktu kita dicobai, Dia akan memberi kepada kita jalan keluar, sehingga kita dapat menanggungnya (band. 1 Korintus 10:13).

Yuk berjalan berdampingan untuk

Menjadi Orangtua Sebaik yang Kita Bisa.

Kami akan menampilkan artikel, kesaksian, dan tips-tips parenting setiap minggunya.

Klik untuk SUBSCRIBE